Lihat ke Halaman Asli

Agama dan Perang (2)

Diperbarui: 7 Desember 2015   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

JIKA saja untuk mewujudkan kedamaian diseluruh penjuru negeri dengan cara membuat seluruh penduduk bumi memeluk hanya satu agama saja, maka saya akan ikut membenarkan pembunuhan massal terhadap manusia lain yang berbeda agama.

Biarlah generasi saat ini menanggung peluh derita peperangan antar agama, asalkan generasi berikutnya tidak lagi melihat perang dan pembunuhan hanya atas nama perbedaan berkeyakinan dalam beragama.

Hanya saja, dengan memerangi manusia yang berbeda keyakinan hingga tak ada yang tersisa seorangpun, tetap tidak akan menjamin peperangan akan usai. Perang tetaplah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Masa damai hanyalah sementara, masa peranglah yang abadi.

Jika saja setiap orang sadar bahwa perbedaan diciptakan untuk saling mengenal satu sama lain, bukan untuk saling memerangi, maka setetes darah tidak akan terlihat hanya untuk berebut tanah sorga. Manusia akan saling mengasihi, mendoakan dan saling berbagi kebenaran. Apakah kalian tidak tahu, Tuhan bisa saja menciptakan hanya satu agama jika Dia mau.

Saya memahami keabadian perang sebagai bagian dari kehidupan. Tetapi saya tidak bisa memaklumi dan memberikan pembenaran jika peperangan dibungkus atas nama agama dan keyakinan.

Agama seharusnya dijadikan tempat mendapatkan kedamaiaan ditengah pedihnya peperangan. Atau menjadikan agama sebagai tempat kembali untuk tidak saling memerangi. 

Tahukah kalian, ketika mati seseorang tidak akan membawa agama dan kepercayaan tapi membawa amal dan perbuatannya. (...)

=======

Setiap orang memiliki opini, pendapat, kepercayaan, agama atau ideologi yang berbeda. Maaf kalau opini kami tidak sama dengan anda dan kamipun paham mencoba maklum dengan opini anda yang berbeda. Terlepas dari segala perbedaan yang ada, kenapa kita tidak mencoba berkumpul bersama dalam gelak dan tawa, dengan naungan payung nasionalisme atau humanisme. (DongBud)

[caption caption="Int. DongBud"][/caption]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline