Lihat ke Halaman Asli

iB Must Face The Reality

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tampilan di samping merupakan skrinsut dari postingan Ejajufri di kompasiana.. sebelumnya saya sudah minta izin untuk menampilkan tulisannya di blog saya.. Makasih yah, Pak... :D

Pertama, saya sangat tertarik dengan tulisan ini karena menyentil. ;D Tulisannya bisa dibilang reportase, si empunya tulisan ini tentulah sangat cerdik membidik tema tulisan. Walau dia menulis di awal paragraf -nya: Saya tidak tahu pasti apakah tulisan ini layak untuk masuk dalam jajaran tulisan tentang perbankan syariah (yang berkualitas). Paling tidak, anggaplah tulisan ini sekedar celotehan berlalu. Awalnya penulis akan merasa postingannya hanyalah ocehan entah berantah, namun bagi sebagian pembaca bisa jadi mempunyai maksud yang sampai di logika... seperti saya ini-yang akhirnya memutuskan segera mengeluarkan uneg-uneg saya, dipicu tulisan mas Eja Jufri ini... Di negeri ini, negeri-nya ibu Pertiwi, Indonesia, yang namanya bank syariah lagi "menjamur".. Awal tahun depan- info terkini yang sempat saya baca di media massa- Bank Jabar Banten juga akan membuka Unit Usaha Syariah-nya, berarti bertambah lagi perusahaan jasa perbankan yang menerapkan sistem syariah... Nah, karena bisa dibilang, perkembangannya cukup signifikan, industri syariah juga memerlukan sumber daya insani yang berwawasan ekonomi syariah, baik akademisi maupun praktisi. Akademisi dibutuhkan sebagai ahli atau pembuat terapan-terapan tentang tata cara berjalannya bank syariah itu sendiri, baik dari segi managemen-nya, akuntansi-nya, hukum-nya, dan juga core value-coorporate... Begitupula, praktisi atau banker syariah yang jumlahnya masih sedikit dibanding dengan banker konvensional, tentu saja. Nah, baik akademisi dan praktisi ini-lah yang kemudian menjadi satu. Dan saya menyebutnya sebagai militan syariah. Well, kenapa begitu? Alasannya satu saja, menurut saya sih, orang yang mau nyemplung di bidang syariah ini punya niatan tertentu-yang semoga mendukung perkembangan bisnis syariah ke depannya, tentu dengan semangat juang yang tinggi, karena kemudian mereka harus tahan banting melihat persaingan yang semakin ketat. Kuliah di jurusan perbankan syariah, nampaknya akan menjadi pilihan siswa-siswi SMA yang akan melanjutkan kuliah.. Why not? Suruhan orang tua? yaa kenapa enggak... kalau keinginan sendiri? ya lebih baik... kalau saya bilang sih, pahalanya jadi dua, pertama -karena kita nurut sama orang tua, yang kedua -karena kita belajar ilmu bermanfaat- sudah ada di dalam Al-Qur'an tuntunan akan perintah meninggalkan riba begitu-kan? (bermaksud buat postingan serius, koq jadi-nya... :D)... Nyambung ke tulisan Eja lagi, di tulisan Eja juga disertai gambar peresmian dibukanya salah satu bank konvensional di lingkungan fakultas hukum dan syariah di salah satu Universitas Islam di Jakarta, rada ironis gak siyh? se-gambreng buku musti dibaca, dipelajari, biar bisa lulus jadi sarjana ilmu perbankan syariah, cuma ketemunya konvensional juga.. hihihi.. ;p Sebenernya sih masalahnya, bukan bank konvensional itu berada di lingkungan Universitas Islam, melainkan kenapa bank syariah yang sudah banyak dan "menjamur" itu tidak mengambil kesempatan/peluang ekpansi ke ruang akademisi lebih banyak lagi, karena kelak kan akademisi itu juga akan bergabung jadi praktisi kalau bener-bener berkecimpung di bidang ini... Sekarang, banyak juga perebutan SDI antar bank terhadap banker-banker syariah berpengalaman. Mungkin saja, sekarang, jadi praktisi bank satu -besok sudah di bank yang lain... itulah persaingan... Siapa yang bagus, Pasti dicari... Gimana pun, bermula dari para akademisi, orang yang mau belajar dari nol dan jiwanya militan. So, gak salah kan kalau saya kasih judul postingan ini dengan iB, must face The Reality. ;D Semoga bermanfaat, syukron! tulisan ini juga terdapat di http://yusako.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline