Kanker kolorektal kini menempati peringkat keempat pada jajaran kanker paling mematikan di dunia, dengan jumlah kematian mencapai 900.000 setiap tahunnya. Kanker jenis ini merupakan yang terbanyak ketiga diderita pada laki-laki dan terbanyak kedua pada Wanita. Fakta ini menyebabkan kebutuhan akan hewan model untuk berbagai jenis penelitian kanker kolorektal semakin tinggi. Padahal, kebutuhan ini juga semakin bentrok dengan berbagai kendala dalam penyediaan hewan model untuk kanker kolorektal seperti harga yang tinggi dan waktu yang lama dalam penyediaannya.
Model kanker kolorektal yang lebih mudah digunakan dibandingkan pada metode in vitro, adalah in vivo. Selain dinilai lebih mudah, metode in vivo memiliki keunggulan dari segi harga yang lebih ekonomis serta mampu merepresentasikan kondisi fisiologis dari manusia. Pada metode in vivo, hewan coba seperti mencit (Mus musculus) diberi inisiator kanker menggunakan bahan karsinogenik untuk menginduksi adanya kanker kolorektal pada hewan coba. Namun sayangnya, bahan karsinogenik yang sering digunakan seperti DMBA memiliki spesifisitas yang rendah untuk dapat menginduksi kanker kolorektal.
Salah satu faktor yang mampu meningkatkan probabilitas penginduksian kanker kolorektal, salah satunya adalah dengan mengkonsumsi makanan tinggi lemak rendah serat yang biasa dikenal dengan high fat diet (HFD). Namun pemberian HFD dosis tunggal dalam rangka pengiduksian kanker kolorektal membutuhkan waktu yang lama, bahkan hingga bertahun-tahun. sehingga para peneliti kanker di Indonesia tidak merekomendasikan penggunaan High Fat Diet dosis tunggal untuk menginduksi kanker kolorektal.
Sebagai solusi dari permasalahan ini, sekelompok mahasiswa dari FMIPA Universitas Brawijaya yang terdiri dari Arifah Ramadhani Azzah (2018), Kirana Aisyah larasati (2017), Nadia Riqqah Nurlayla (2019), Yuris Setyadin (2018) dan Nandagesta Aurelia Shafa Wagmi (2020) mengkombinasikan dua metode sekaligus untuk dapat menginduksi kanker kolorektal. Dengan sifat kanker sebagai penyakit multifaktoral yang diinterpretasikan dalam induksi DMBA sebagai inisiator, serta faktor gaya hidup yang diinterpretasikan dalam pemberian HFD sebagai promotor.
DMBA diduga mampu mengganggu mekanisme perbaikan dan regresi alami dari sel serta berkontribusi dalam menyebabkan inflamasi kronis dan tumor pada sel. Sementara itu diet tinggi lemak dapat meningkatkan fungsi hati dalam mensintesis kolesterol dan asam empedu yang pada akhirnya dapat merusak mukosa kolon, sehingga berimbas pada peningkatan kemungkinan proliferasi sel kolon dan memperbesar peluang pembentukan tumor pada kolon.
Penggabungan dua metode ini sesuai untuk merepresentasikan kejadian kanker kolorektal yang semakin meningkat di masa modernisasi dengan gaya hidup konsumsi pangan yang semakin tidak sehat yang diiringi dengan berbagai kemungkinan mutasi genetik baik karena kondisi bawaan ataupun karena pemicu dari lingkungan, sehingga diharapkan dapat menjadi model kanker kolorektal yang lebih tepat, spesifik, dan lebih murah. Adapun penelitian yang dilakukan di bawah bimbingan Prof. Muhaimin Rifa'I, Med.Sc., Ph.D. ini telah meraih ajang pendanaan pada Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) -- Riset Eksakta (RE) dan telah lolos ke tahap selanjutnya, PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) 2021 sebagai wujud dukungan Pemerintah dan Perguruan Tinggi dalam mengikutsertakan mahasiswa untuk berkontribusi aktif pada berbagai permasalahan yang ada di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H