Lihat ke Halaman Asli

Perilaku Diskriminasi Tumbuh Subur di Indonesia

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diskriminasi ras dan gender tumbuh dengan subur di Indonesia. Diskriminasi itu ditampilkan dengan transparan, kasat mata dan legal tanpa ada upaya dari pemerintah untuk mencegahnya. Selain peraturan yang belum sampai menyentuh secara detail masalah diskriminasi RAS dan gender, penanganan terhadap pelanggaran hukum berkaitan dengan diskriminasi RAS dan gender juga masih sangat lemah.

Kali ini penulis mencoba menyoroti salah satu diskriminasi RAS dan gender yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan resmi di Indonesia. Diskriminasi tersebut ada di iklan-iklan lowongan pekerjaan. Berikut ini adalah contoh-contoh diskriminasi yang belum pernah tersentuh sedikitpun baik oleh pemerintah maupun  DPR sebagai pemegang hak pembuat undang-undang. Salah satunya adalah persyaratan  calon pencari kerja untuk bisa diterima bekerja di perusahaan tersebut:

1.Sehat Jasmani dan Rohani

Setiap pekerjaan memang dibutuhkan pekerja yang sehat baik jasmani maupun rohaninya. Tapi apakah pekerjaan tersebut memang membutuhkan seseorang yang tidak cacat? Banyak pekerjaan kantor yang sebenarnya bisa dilakukan oleh pekerja yang memiliki cacat semisal cacat anggota tubuh. Dengan membaca persyaratan ini, bagi orang yang memiliki cacat jasmani, ia sudah merasa tereliminasi dan sepertinya tidak ada tempat untuk bekerja buat orang yang memiliki cacat jasmani.

2. Syarat jenis kelamin

Sejak kita mangadopsi nilai-nilai persamaan hak antara pria dan wanita, semestinya sudah tidak ada lagi diskriminasi pekerjaan antara laki-laki dan perempuan. Apakah perempuan tidak layak memegang posisi manager atau menjadi sopir kendaraan berat? Di Singapore, banyak perempuan yang menjadi sopir taksi. Atau apakah pria tidak pantas untuk pekerjaan tukang masak atau penata rambut di salon?

3.Mensyaratkan usia tertentu.

Tujuannya tentu perusahaan ingin mendapatkan pekerja-pekerja terbaik buat mereka. Akan tetapi apakah usia muda 25 tahun tidak boleh menduduki jabatan sebagai General Manager? Hampir semua perusahaan mensyaratkan tenaga operator produksi usia maksimal adalah 25 tahun. Bagaimana nasib sekian banyak operator yang usianya telah melewati 25 tahun? Bagaimana juga nasib pekerja yg sdh di atas 40 tahun? Dinegara yg lebih maju seperti Singapura misalnya, tidak ada diskriminasi pembatasan usia untuk pekerja pabrik. Bahkan mereka sengaja membuka lapangan-lapangan pekerjaan untuk pekerja-pekerja yang sudah lanjut usia.

4.Bisa berbahasa Mandarin

Saya to the point saja menyebut salah satu bahasa karena ini yang paling sering muncul. Selain bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar internasional dan bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan sehari-hari di Indonesia, pencantuman persyaratan bahasa selain kedua bahasa tersebut menjadi sesuatu yang sangat tidak relevan kecuali memang ada tujuan lain selain penguasaan bahasa tersebut. Saya yakin, seandainyapun saya mahir berbahasa yang dipersyaratkan, dan saya memenuhi semua kriteria yang diperlukan, belum tentu saya akan dipanggil karena saya bukan dari etnis asal bahasa tersebut.

Beberapa persyaratan di atas adalah contoh-contoh tindakan diskriminasi yang tumbuh dengan subur tanpa pernah tersentuh oleh penegakan aturan-aturan hukum di negara kita. Kalau kita membandingkan iklan-iklan lowongan kerja di negara yang lebih maju (tidak jauh-jauh contohnya Singapura, paling gampang kita bisa buka jobsdb dan jobstreet), hal-hal diskriminasi seperti di atas tidak akan kita temukan. Kalaupun ada hanya satu dua yang memang karena kebutuhan pekerjaan yang tidak bisa dihindari.

Kita sangat berharap pemerintah dan DPR bisa mendengarkan tentang hal ini dan mulai bisa membenahi hal-hal berbau diskriminasi yang bisa menimbulkan gejolak terpendam di masyarakat. Kalaupun tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sekarang, kita sangat berharap pemerintah yang akan datang bisa membenahinya terutama dari departemen Hukum dan Ham dan juga departemen tenaga kerja. Sebenarnya tindakan yang diperlukan bukanlah sesuatu yang memerlukan usaha luar biasa, cukup dengan surat edaran dari menteri terkait saja sudah bisa membuka mata semua pelaku diskriminasi.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline