Lihat ke Halaman Asli

Jangan Pecat Dulu Dirut PLN

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gara-gara tidak mandi, saya jadi tahu CEO PLN jago menulis. Gara-gara tidak mandi, saya baru tahu, Menteri BUMN berjanji memecatnya bila dalam setahun tidak berhasil memimpin PLN.

Sebentar  lagi, setahun itu bakalan lewat.

Saya juga baru tahu, ada ribut-ribut tahun lalu. Ketika beredar isu direktur utama PT PLN bakalan dipegang bos Jawa Pos, dua puluh General Manajer PT PLN mengancam mundur. Bukan hanya itu, karyawan PLN juga berunjuk rasa menolaknya. Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PLN bahkan sempat berkata, "Jika orang seperti Dahlan Iskan memimpin PLN, ia akan menganggap listrik sebagai komoditi, Dengan memperlakukan listrik sebagai komoditi, tarif dasar listrik akan didorong lepas ke pasar. Akibatnya, masyarakat yang dirugikan.”

Luar biasa, mereka begitu mempedulikan nasib rakyat.

Saya mengetahui semua itu setelah menghabiskan malam hanya dengan lilin, tanpa televisi dan tanpa komputer. Apakah dua bulan lagi bos Jawa Pos akan dipecat karena itu?

Biarlah saya bercerita dahulu.

Dua minggu lalu, orang PLN datang ke kompleks. Mereka mencabut listrik kami.  Apakah kesalahan kami? Mencuri listrik.

Developer telah memasang listrik di salah satu rumah, lalu mengaliri rumah lain dari situ. Kami hanya bisa menerima. “Kota kekurangan daya listrik, tidak tidak ada pemasangan baru,” Kata developer. “Jadi terimalah apa yang ada untuk sementara ini.”

Sementara itu sudah berlangsung dua tahun lebih.

Dan dua minggu lalu PLN melakukan razia. Menemukan, bahwa listrik  yang masuk ke satu-satunya rumah itu tidak memiliki meteran. Dan Mini Circuit breaker (MCB)-nya diganti dengan ukuran yang lebih besar sehingga daya yang semula hanya mampu menerangi satu rumah, sekarang bisa melayani seluruh kompleks (termasuk kulkas, televisi, komputer dan bahkan AC). Dan setiap bulan, satu sen pun tidak pernah dibayarkan ke PLN.

Singkat cerita, kalau mau punya listrik, harus membayar 63 juta rupiah. Siapa yang harus membayar? Tentu saja developer. Tetapi direkturnya menyembunyikan diri. “Aku masih di Jawa, belum pulang sejak lebaran karena ibuku sakit keras,” katanya di telpon.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline