Lihat ke Halaman Asli

Yupiter Sulifan

Seorang pendidik di sekolah lanjutan atas negeri di Sidoarjo

Menulislah lalu Berbahagialah

Diperbarui: 25 Mei 2022   13:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tugas siswa yang dikirim via email pribadi penulis (dokumentasi pribadi)

Terapi menulis digunakan oleh beberapa ahli kesehatan mental untuk mengatasi stres, depresi dan kecemasan dalam diri seseorang. Bentuknya beragam mulai dari menulis perjalanan, menulis diari, hingga puisi sekalipun. Lewat media ini, seseorang bisa mengekspresikan beragam emosi yang mengganjal dalam dirinya.

Bagi Anda yang mengalami stres, depresi ataupun masalah emosi lainnya, mungkin saatnya mencoba terapi menulis. Terapi ini masih termasuk dalam art therapy. Anda tidak harus memerlukan buku, kertas dan alat tulis, nulis di HP, komputer, laptop juga bisa dilakukan.

Seperti yang saya lakukan ke peserta didik SMAN 1 Taman Sidoarjo kelas X dan XI (terutama kelas X Mipa 5, X Mipa 6, X Bahasa, XI Mipa 5, XI IPS 4 dan XI Bahasa yakni kelas bimbingan saya) setelah masuk sekolah setelah liburan Idul Fitri, rupanya banyak peserta didik masih enggan untuk mencari ilmu.

Ini terlihat dari banyaknya mereka yang ijin tidak masuk di tiap-tiap kelas (kelas X dan XI). Selain masih ke luar kota, diantara mereka ada yang tidak masuk tanpa keterangan.

Minggu ke dua masuk setelah liburan Idul Fitri, saya mengadakan bimbingan klasikal di masing-masing kelas tadi. Upaya yang saya lakukan untuk membangkitkan motivasi ataupun menggali apa yang mereka alami sehingga masih terlihat enggan masuk sekolah.

Berdasar update status di sosial media peserta didik yang berisi cerita pengalaman saat mudik lebaran saya lalu memberikan tugas untuk membuat cerita selama mudik lebaran tadi. Tentu panjang cerita selama mudik lebaran ini saya tentukan minimal 100 kata.

Ada beberapa peserta didik yang protes karena mereka tidak mudik. "Bagi yang tidak mudik juga membuat cerita selama liburan lebaran," jawab saya.

Ada juga peserta didik yang bercanda,"Seperti anak SD saja pak, disuruh nulis cerita pengalaman selama liburan." Nah! Pernyataan ini yang saya tunggu-tunggu. Kenapa? Dari pernyataan ini, saya bisa mengembalikan ke penanya, kalau anak SD saja bisa, apa iya anak SMA tidak bisa membuat cerita yang lebih bagus dan lengkap?

Atau ada yang berkeluh kesah,"Ya, nulis cerita lagi. Susah mulainya darimana, pak?" "Mulai saja dari apa yang kalian pikirkan. Seperti di beranda Facebook kalau akan update status. Apa yang Anda pikirkan. Apa-apa yang ada di pikiran kalian, yang terbayang selama liburan lebaran kemarin langsung tulis di HP atau laptop yang kalian miliki," urai saya.

Satu dua cerita meraka sudah mulai masuk ke email saya. Ketika mengetahui kalau temannya sudah mengumpulkan tugas, teman-teman lainnya sudah mulai resah, gupuh, terbakar semangatnya untuk secepatnya menyelesaikan ceritanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline