Love your neighbor as yourself, but do not take down the fence - Carl Sandburg
Bertetangga itu merupakan keniscayaan hidup. Tidak ada orang yang bisa menghindarinya. Kecuali kalau dia mau hidup sendirian saja. Tetapi, itu tempatmnya ada di hutan. Disana tetangganya makhluk lain. Saya pikir, koq tidak orang yang hidup di hutan ya !?
Bertetangga itu menjadi kebutuhan. Tidak peduli, apakah di kota atau di desa. Apakah di negara maju atau di negara miskin. Juga tidak menjadi soal apakah tentangganya kaya atau super miskin. Apakah dia seorang pejabat atau pengangguran. Tinggal diapartemen atau di pemukiman.
Tetangga itu menjadi dibutuhkan oleh setiap orang. Bukan saja ketika senang, berbahagia, dan bergembira. Tetapi juga ketika susah, ada masalah, kemalangan menimpa. Tetangga menjadi orang yang paling dekat untuk dihubungi, diminta tolong dan diajak kerjasama.
Tetangga itu lebih dari saudara kandung, bahkan melebihi orang yang seagama nan seiman sekalipun. Karena bertentangga itu diikat oleh nilai-nilai kemanuisaan yang universal, serta saling pengertian yang luhur melebihi apapun.
Maka menjadi wajar dan kebutuhan bagi setiap rumah tangga untuk menyediakan waktu khusus mengelola hidup bertetangga. Komunikasi rutin dalam sejumlah pertemuan seperti arisan, pertemuan bulanan, acara olah raga dan ngaji bersama dan sebagaimana. Semua dikelola karena dibutuhkan.
Tapi, awas!
Bertetangga juga bisa mengganggu, merusak bahkan mampu menghancurkan sebuah rumah tangga. Pasangan suami dan istri bisa berantam, bahkan bercerai berai. Anak-anak bisa melawan orangtuanya dan membawa sejumlah problem dalam rumah tangga.
Sebab dari tetangga bisa mengalir data, fakta, informasi, berita dan sejumlah kabar ke dalam rumah tangga.
Bukan soal benar atau salah informasi yang masuk ke dalam rumah tangga. Pun bukan karena ada niat jahat atau niat baik dari sumber informasi itu.