Sepanjang hari saya membaca di hampir semua media sosial menyampaikan ucapakan "Selamat Merayakan Jumat Agung". Atau dalam bahasa Inggris disampaikan dengan beragam meme', gambar dan capture dengan Happy Gods Friday. Saya juga menerima banyak ucapana yang mengatakan "Selamat Merayakan Jumat Agung".
Sesungguhnya, kurang tepat mengatakan Jumat Agung dirayakan. Karena substansi dan makan hakiki dari peristiwa yang terjadi pada hari Jumat sebelum Minggu Paskah merupakan sebuah tragedi yang menyedihkan, memilukan, menyayat hati. Ada penyiksaan tiada tara nan tidak berperi kemanusiaan dan nyaris tidak bisa diterima oleh akal manusia yang normal.
Bayangkan, sejak Yesus di tangkap pagi-pagi buta, diadili oleh para tokoh agama, hingga di bawa di hadapan Raja Pontius Pilatus. Di olok-olok, diludahi, di maki, dipukul, ditendang, diikat, disuruh pikul salib menuju bukuit Golgota dan akhirnya disalibkan. Sebuah proses yang terus menerus berlangsung tanpa jeda waktu sama sekali.
Para tentara yang bertugas menyiksa Yesus dengan persenjataan yang lengkap, menuntaskan tugas mereka hingga Yesus mati di atas kayu salib, dan oleh murid-muridnya dia diambil dan kuburkan layaknya orang yang sudah meninggal.
Itulah yang terjadi selama satu hari penuh di hari Jumat, hari yang penuh dengan kesedihan, tangisan, air mata, penderitaan dan kematian tiada tara.
Lalu, mengapa kejadian ini dirayakan? Bukan kah merayakan itu kesannya berpesta bergembira dan penuh sukacita. Ini tidak tepat hari penyiksanaan dan kematian Yesus di rayakan.
Harusnya yang dilakukan oleh umat pengikut Yesus Kristus adalah Memperingati Jumat Agung sebagai hari kesedihan dan penderitaan serta kematian Yesus. Sehingga ibadah yang harus dilakukan, bukan perayaan tetapi peringatan untuk merenung-ulangkan bagaimana rasanya Yesus mengalami peneritaan hingga kematian di atas bukit golgota itu.
Ibadah Jumat Agung, yang ditimpali dengan warna hitam penuh, menjadi simbol yang menuntun umat menghayati puncak penderitaan Yesus yang tidak bisa dilakukan oleh manusia biasa.
Yesus sendiri, pada malam sebelmunya, setelah perjamuan terakhir, saat berdoa semalaman, sebagai manusia dia gentar dan meminta kepada Bapa-Nya, kalau bisa cawan ini lalu dari pada-Nya. Tetapi kehendak Bapa-lah yang terjadi.
Ibadah Jumat Agung bukan merayakan, tetapi memperingati dan merenungulangkan serta menerapkan dalam kehidupan kini dan disini, bahwa peneritaan dan kematian Yesus, hanya untuk menebus dan menyelamatkan diri-ku yang berdosa ini. Dan karenanya, saya harus memperbahrui komitmen hidup saya kedepan sebagai manusia berdoa dan tidak layak kepada Tuhan menajdi orang yang ditebus lunas oleh darah dan kematian Yesus.
Jumat Agung bukan dirayakan, tetapi diperingati, direnungulangkan, dihayati dan diimplementasikan dalam hidup secara pribadi. Dan karenanmya, ibadah Jumat Agung, harusnya jauh dari kesan kemeriahan, kemewahan dan apalagi pesta pora. Perayaan Paskah akan terjadi tiga hari kedepan, yaitu pada hari Minggu Paskah. Baru itu yang dirayakan, karena ada berita sukacita Yesus sudah bangkit dan mengalahkan kematian dan maut serta ada janji keselamatan yang kekal !