Organisasi yang awet, kuat, bertahan dan terus bertumbuh bahkan sukses oleh karena disana ada pimpinan dan pemimpin yang berintegritas tinggi. Sebaliknya, kehancuran sebuah organisasi berawal dari perilaku pimpinan yang rendah dan miskin integritas. Dipastikan bahwa ketika pimpinan tertinggi mencla dan mencle maka semua orang di dalam organisasi cenderung akan mencla dan mencle.
Sangat sederhana tetapi dalam praktek sesungguhnya tidak sesederhana memahami maknanya. Begitulah kata-kata integritas di dalam keseharian kita, sering diumbar dalam menilai dan mengkritisi orang lain, utamanya para pemimpin dalam mengelola organisasinya. Tetapi, giliran yang melaksanankannya, ternyata tidak mudah, ibarat langit dan bumi.
Berkaca dari "bencana banjir" awal tahun 2020 di Jakarta dan sekitarnya. Publik bisa menyaksikan dan merasakan langsung bagaimana seorang Gubernur DKI Jakarta dianggap tidak mampu mengelola situasi yang ada. Bahkan, masalah yang banyak disoroti oleh publik adalah "air dan banjir kata-kata dari sang Gubernur", dan kehilangan subtansi bagaimana korban banjir di tolong, bagaimana kerusakan segera di tangani.
Benarkah Gubernur Jakarta memiliki masalah dengan integritas dalam memimpin ibu kota negeri ini?. Bisa diamati dari apa yang selama ini di janjikan, dikampanyekan, dan diprogramkan di DKI jakarta, apakah sudah di lakukan atau tidak? Kalau sudah dilakukan, seberapa benar cara melakukannya? Dan setumpuk pertanyaan lain yang bisa disusun untuk menguji integritas seorang Gubernur DKI Jakarta.
Mari melihat contoh yang paling anyar di Iran misalnya. Saat ini negara ini sedang menghadapi masalah yang sangat serius. Rakyatnya demo besar-besaran memprotes pimpinan negeri ini. Hanya karena dianggap tidak jujur terhadap penembakan pesawat Ukraina yang menewaskan semua penumpang.
Rakyat merasa di tipu oleh pimpinannya sendiri. Kasus seperti di Iran sangat potensial untuk membawa kehancuran bagi negara apabila pimpinan negara ini tidak mampu mengelolanya.
Memang integritas itu menjadi sangat bernilai dan mahal harganya, dan karenanya siapapun pemimpin yang dipercaya oleh rakyatnya tidak boleh bermain-main dengan integritas. Untuk itu ada harga yang harus di bayar oleh si pemimpin itu sendiri kalau tidak mau dia akan dihancurkan sebelum organisasi itu hancur.
Bila direnungkan dengan sungguh-sungguh, terminologi integritas itu tidak terbatas pada managerial concept saja. Tetapi mencerminkan eksistensi seseorang manusia sebagai ciptaan Sang Ilahi. Di dalam salah satu surat di Bible, sebuah ungkapan bijaksana menjelaskan bahwa ketidakmampuan seseorang untuk menjadi pribadi yang berintegritas akan menuai konsekuensi yang sangat berat.
"Awan dan angin tanpa hujan, demikianlah orang yang menyombongkan diri dengan hadiah yang tidak pernah diberikannya" ~ Amsal
Keika seseorang yang tidak melaksanakan apa yang menjadi komitmennya, sesungguhnya dia itu sama saja dengan awan di langit yang tidak menghasilkan hujan. Artinya, sama saja bohong atau pembohong. Pemimpin yang miskin integritas maka lalai dalam melakukan apa yang telah dijanjikan kepada publik, atau kepada anggota organisasi atau kepada stake holders. Dan karena itu dia juga tidak pernah membuahkan apapun juga.
Pesan bijak yang disampaikan penulis Amsal itu hendak menegaskan dan mengingatkan setiap orang yang memiliki integritas, bahwa Anda harus menepati janji yang sudah dibuat, yang sudah diumumkan dan dibukukan dalam rencana kehidupan Anda. Bila Anda berjanji akan melakukan sesuatu maka kerjakanlah. Bila Anda sudah berjanji memberikan sesuatu maka berikanlah.