Tata kelola perusahaan yang baik atau lebih dikenal dengan GCG saja tidak cukup, tetapi kuncinya ada pada tahapan selanjutnya yaitu KEPATUHAN atau Compliance, sebagai arena yang mempertontonkan bahwa semua yang sudah di set-up dalam GCG dilakukan dengan taat dan setia dalam setiap aspek dan langkah pengelolaan perusahaan.
Kepatuhan pada organisasi tidak saja hanya pada isu ini boleh dan itu tidak boleh dilakukan, tetapi mulai dari kesetiaan semua orang pada Visi dan Misi perusahaan, strategi, kebijakan, SOP, etika, hukum, dan bahkan perilaku keseharian terkait dengan kepentingan perusahaan.
Mentolerir satu hal kecil saja, itu menjadi awal yang akan berakibat fatal bagi eksistensi dan masa depan dari perusahaan.
Sayangnya, kelemahan sebagian besar organisasi di negeri ini ada pada Compliance. Yang terjadi adalah semua aturan, hukum dan ketentuan hanya ada diatas kertas yang bagus dan disimpan di dalam file.
Tetapi tidak ditemukan dalam praktek pengelolaan bisnis day by day business operation. Dan lebih tragis lagi, ini terus menerus terjadi sedemikian rupa sehingga menjadi culture yang terbangun tanpa disadari.
Nah, pada level ini, maka semua orang cenderung tidak compliance lagi, tidak patuh dan hanya demi kepentingan pribadi, kelompok bahkan lebih rusak lagi perusahaan menjadi arena perebutan kavling kepentingan material.
Dan perusahaan hanya menjadi alat pemuas nafsu keserakahan material dan duniawi yang sifatnya sesaat. Dan ujungnya adalah maut bagi perusahaan, yaitu kematian atau kalau tidak mati benar, menjadi mati suri.
Nampaknya inilah yang sedang terjadi dalam tubuh salah satu BUMN milik republik ini, yaitu PT Garuda Indonesia yang sebenarnya menjadi kebanggaan bangsa ini.
Tetapi, dia menjadi contoh yang sangat baik tentang kegagalan perusahaan dalam mengelola kepatuhan atau Compliance Management yang gagal.
Sungguh ironis memang, karena kasus yang melihat Garuda Indonesia kali ini menjadi puncak dari gunung es yang nampaknya sedang menggurita dalam tubuh perusahaan penerbangan ini.
Bayangkan saja, baru beberapa bulan yang lalu Garuda Indonesia mempertontonkan mis-management yang fatal, ketika dua orang anggota Dewan Komisaris tidak mau menandatangani laporan keuangan tahun buku 2018.