Gerakan bersih-bersih rumah BUMN oleh sang menteri Erick Thohir masih terus bergerak. Dan sesuai dengan janjinya atas pesan Presiden untuk mencapai efisiensi, penyederhanaan birokrasi, eksekusi untuk mencopot 6 deputi menteripun menjadi kenyataan.
Erick kini mulai masuk urusan yang lebih keren, yaitu membersihkan moral para bos BUMN ini. Paling tidak ada dua pesan penting untuk membersihkan moral para bos di lingkungan perusahaan pelat merah milik pemerintah ini.
Pertama, gaya hidup mewah di kalangan bos perusahaan BUMN, khususnya ketika bisnisnya merugi tetapi tetap berpenampilan mewah. Ini menjadi indikasi yang sangat kuat bagaimana gaya hidup para bos BUMN yang terkenal dengan kemewahan yang dimiliki. Tidak saja gaji yang fantastis, tetapi juga keseluruhan tunjangan dan fasilitas yang super wah.
Bahkan, fasilitas tersebut tetap mereka nikmati, walaupun perusahaan yang dikendalikannya berjalan ditempat bahkan merugi terus menerus. Seakan tidak peduli akan masa depan perusahaan, yang penting dia tetap enjoy.
Sikap seperti ini dipastikan sangat tidak disetujui oleh menteri BUMN. Karena sejak awal, dia sangat concern dengan semua orang yang ada dalam lingkup BUMN harus memiliki akhlak yang tinggi, integritas yang tinggi, dan komitmen yang kuat.
Jadi, bila gaya hidup mewah, makan direstoran mewah, tetapi perusahaan yang dipimpin rugi, ini namanya tidak memiliki keprihatinan dan empati bagi masa depan bangsa ini.
Kedua, sang menteri BUMN melarang keras para bos BUMN untuk tidak melakukan lobi-lobi jabatan agar dia tetap dipertahankan di posisi tertentu. Sebab, seseorang yang berada dalam sebuah posisi atau jabatan manajerial tidak akan dicopot kalau kinerjanya baik. Tetapi kalau kinerjanya jelek, apalagi perusahaan yang dipimpin rugi, harusnya dia dicopot atau paling tidak dievaluasi.
Sentilan menteri Erick Thohir sangatlah telak. Karena sesungguhnya ini sebuah gaya hidup para bos-bos di lingkungan BUMN selama ini. Di sana ada kekuatan lobi, dan bukan lagi berdasarkan performa atau capaian kinerja yang dipertontonkan. Jadi, selama ini, banyak para pejabat BUMN yang sesungguhnya tidak layak, tetapi karena mereka memiliki gaya hidup lobi-lobi maka mereka tetap jaya dan bertahan.
Urusan gaya hidup lobi di kalangan unit usaha BUMN sesungguhnya menjadi representasi dari gaya hidup koruptif di dunia bisnis yang bersentuhan dengan power play lingkungan birokrasi. Dan orientasinya bukan untuk kepentingan pelayanan masyarakat, tetapi kepentingan kelompok.