Persepsi yang sangat keliru dari banyak orang tentang pemimpin adalah "Ketika menganggap seorang pemimpin itu yang mengetahui dan mampu melakukan segala sesuatu".
Ini keliru besar, karena sesungguhnya, seorang pemimpin itu tidak mengetahui, apalagi mampu melakukan segala sesuatu. Seakan-akan seperti seorang "malaikat", bahkan sering dianggap sebagai "tuhan".
Persepsi ini muncul sebagai sebuah konsekuensi pemikiran yang disebut "kearifan konvesional" yang membuat kita percaya bahwa para pemimpin itu, dengan pengalaman dan jam terbang yang banyak serta dianggap paling senior, maka akan memiliki tingkat kesadaran tertinggi.
Tetapi, aneh bin ajaib, dalam praktek itu tidak benar. Bahkan menunjukkan hal yang sebaliknya. Ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Travis Bradberry, seorang pakar Emotional Intelligence 2.0, yang menemukan bahwa:
"Skor EQ naik dengan gelar dari bawah tangga perusahaan ke atas menuju manajemen menengah. Manajer menengah menonjol dengan skor EQ tertinggi di tempat kerja karena perusahaan cenderung mempromosikan orang ke posisi ini yang berkepala dingin dan baik dengan orang-orang ". Namun, untuk posisi di luar manajemen menengah, hasilnya sangat berbeda. "Untuk gelar direktur dan di atas, skor turun lebih cepat daripada snowboarder pada berlian hitam. CEO, rata-rata, memiliki skor EQ terendah di tempat kerja," katanya.
Penyebab utamanya adalah karena seorang pemimpin memiliki apa yang disebut blind spots, atau titik-titik buta seorang pemimpin. Semacam wilayah dimana seorang pemimpin tidak memahami apa-apa sama sekali, dan karenanya menjadi titik kelemahan yang sangat membahayakan.
Dengan kata lain, bahwa blind spots itu merupakan area dalam kehidupan seseorang di mana ia terus-menerus gagal melihat dirinya atau situasinya secara realistis. Ketidaksadaran ini sering menyebabkan kerusakan besar pada orang dan orang-orang di sekitarnya.
Apakah Anda memiliki titik buta?
Sebagai seorang pemimpin, bila Anda menjawab tidak memiliki blind spots, maka Anda sekarang tahu di mana titik buta Anda berada! Artinya saat Anda merasa tidak memiliki blind spots, menjelaskan ketidaktahuan Anda tentang kelemahan Anda. Dan disinilah sesungguhnya masalah yang dihadapi seorang pemimpin.
Menjelaskan mengapa seorang pemimpin tidak efektif, tidak efisien bahkan menemui kegagalan dalam menjalani peran dan fungsi kepemimpinannya. Sebaliknya, pemimpin yang efektif, efisien dan berhasil adalah yang mengenali blind spots area yang dimilikinya, dan mengelola titik-titik buta yang dihadapi.
Persolan kunci yang harus disadari seorang Leader berkaitan dengan efek atau dampak dari titik buta pemimpin itu. Menurut pakar Kepemimpinan, John C Maxwell (2015), efek yang akan terjadi adalah pengaruh negatif yang sangat kuat terhadap pengikut/karyawan yang dipimpin, orang lain, lingkungan bahkan masyarakat sekitarnya. Selain berdampak pada diri sendiri sebagai pemimpin.
Tetapi apa yang terjadi ketika seorang pemimpin memiliki titik buta? Ini mempengaruhi lebih banyak orang daripada pemimpin saja. Ini dapat memiliki dampak yang luas - pada pemimpin, pengikutnya, dan seluruh tim, departemen atau organisasi.