Menarik mengamati gaya dari dua orang Gubernur yang "khas" ini, yaitu Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, dan Gubernur Maluku, Murad Ismail yang dalam sepekan terakhir menjadi berita yang menuai kontroversi dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai orang nomor satu di Provinsi yang dipimpin.
Gaya yang dipertontonkan oleh keduanya menarik bahkan juga hadir dengan kontroversi baik produktif maupun yang tidak produktif dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi di tengah-tengah masyarakat.
Mereka berdua hampir memiliki latar belakang yang hampir sama. Edy Rahmayadi, sang Gubernur Sumut ini mantan Pangkonstrad. Letnan Jenderal TNI H Edy Rahmayadi adalah seorang purnawirawan perwira tinggi TNI Angkatan Darat.
Sedangkan Murad Ismail merupakan Mantan Komandan Korp Brimob Polri. Ia merupakan purnawirawan perwira tinggi Polri yang memiliki jabatan terakhir sebagai Analis Kebijakan Utama Bidang Brigade Mobil Korbrimob Polri.
Dengan latar belakang yang sama dilingkaran TNI dan Polisi maka gaya memimpinnya juga hampir sama. Tampil dengan tegas, suara yang tegas dan keras, terkesan tanpa kompromi dan "seakan siap untuk perang".
Gaya seperti ini sering muncul mendominasi namun sering tanpa "substansi yang bernas". Artinya, penampilan yang diutamakan ketimbang substansi. Atau penampakan dahulu, maka isi baru kemudian. Itu sebabnya, sangat mungkin terjadi misunderstanding ditengah-tengah publik, bahkan bisa bias menjadi mis-leading.
Edy Rahmayadi: Wisata Halal Danau Toba
Kontroversi seorang Edy Rahmayadi bukan saja setelah jadi Gubsu saat ini, tetapi sebelum menjadi orang No.1 di Sumatera Utara, pada saat memimpin PSSI. Tapi kali kontroversi muncul ketika mengemukakan wacana tentang wisata halal di Danau Toba yang disampaikan ke tengah-tengah publik masyarakat di Sumatera Utara.
Sudah bisa diduga wacana itu menuai protes dan tentangan dari kalangan masyarakat, khususnya masyarakat Batak, dan terkhusus lagi mereka yang memang hidup di wilayah sekitar Danau Toba. Dan isu ini dikaitkan langsung dengan urusan makan memakan, atau industri restoran yang pasti bertentangan dengan agama tertentu.
Kendati kemudian sang Gubernur memberikan klarifikasi dan penjelasan bahwa bukan itu maksudnya, tetapi wacana itu terlanjur lepas di tengah masyarakat Sumut sehingga menuai kontroversi yang pasti tidak terlalu menguntungkan sang Gubernur. Bahkan menjadi bulan-bulanan yang cenderung berhadap-hadapan antara masyarakat dengan Gubernur.
Dan tentu saja masyarakat merasa bahwa Gubernurnya ini sama sekali tidak memiliki sense yang baik terhadap kondisi masyarakat yang dipimpin sendiri.