"Untuk segala sesuatu ada waktunya. Ada waktu untuk berpisah ada waktu untuk betemu. Dan selalu indah pada waktunya"
Jiwa kutipan diatas merupakan pesan terkenal dari seorang nabi besar, yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di bawah kolong langit ini pasti ada waktunya. Dan tentu saja waktu itu tidak ada yang bisa mendahului. Tidak bisa lebih cepat dan juga tidak bisa lebih terlambat. Dan karenanya, "segala sesuatu dibuatnya indah pada waktunya"
Saya melihat pertemuan antar Jokowi dengan Prabowo yang terjadi pada hari Sabtu pagi 13 Juli 2019 di atas MRT Jakarta merupakan refleksi tentang pesan dari surat nabi diatas.
Memang betul, bahwa pada akhirnya Jokowi bertemu dengan Prabowo. Tidak lagi menjadi penting, siapa yang mengajak bertemu dan siapa yang diajak berjumpa. Juga tidak menjadi persoalan apakah bertemu di rumah, di istana, di warung atau di atas Moda Raya Transportasi Jakarta. Yang penting adalah bahwa mereka akhirnya bertemu.
Pertemuan kedua tokoh yang sangat berpengaruh ini memang dinanti oleh masyarakat Indonesia. Karena proses Pilpres telah membuat terpolarisisa masyarakat Indonesia dalam dua kutub. Yaitu kutub "kecebong" dan kutub "kampret" sedemikian rupa sehingga berada dalam posisi berhadap-hadapan yang sangat sensitif berpotensi konflik.
Pertemuan kedua Capres 2019 di atas MRT, saling bersalaman, saling berangkulan, saling menatap, saling cikipa-cipiki, saling berhaha-hihi, saling melambai, saling bercanda, saling menggoda dan duduk bersama berdampingan, dalam acara makan siang bersama, dan saling berpidato, saling menyapa seluruh rakyat Indonesia.
Nampaknya komplit, tidak ada yang tertinggal, semuanya tuntas. Memang, pertemuan ini betul-betul indah karena waktunya untuk indah.
Setiap orang boleh memberikan penafsiran dan pemaknaan apapun, tetapi kejadian singkat itu telah menyatukan kembali Prabowo dengan Jokowi sebagai tokoh bangsa ini yang mempunyai pengaruh kuat bagi dinamika politik, sosial budaya Indonesia.
Prabowo bebas dari "penyanderaan"
Tidak adanya pertemuan Prabowo dan Jokowi sejak selesai Pilpres, dimaknai dan di narasikan oleh publik kalau Prabowo "tersandera" oleh berbagai kepentingan dalam kubu pendukung selama proses Pemilu berjalan.
Ketidakrelaan dari sebagian besar pendukungnya untuk tidak perlu bertemu Jokowi, bahkan untuk mengucapkan selamat kepada Jokowi sebagai presiden terpilih, hingga tuntutan agar membebaskan sejumlah tahanan dari kubu Prabowo, dan yang terakhir agar HR di bolehkan pulang ke Indonesia, telah menjadi isu yang menyandera Prabowo.