Lihat ke Halaman Asli

Dr. Yupiter Gulo

TERVERIFIKASI

Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

Akhirnya BW Mengaku Tidak Mampu Lagi dan Menyerah

Diperbarui: 25 Juni 2019   13:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kompas.com

Pernyataan Bambang Widjojanto sebagai ketua tim kuasa hukum Prabowo-Sandi yang menggugat hasil Pilpres 2019 menjadi indikasi sangat kuat bahwa BW dan timnya gagal dan kalah dalam sidang Mahkamah Konstitusi yang sudah berlangsung sejak 14 Juni 2019 dan akan diumumkan dua hari lagi 27 Juni 2019.

Seperti dikutip oleh kompas.com bahwa BW menuntut pihak MK atau institusi negara untuk membuktikan dalil-dalil yang diajukan sebagai inti sari dari gugatan BW dan timnya sebanyak 15  petitum yang dimohonkan kubu Prabowo-Sandiaga dalam sidang di MK.

 "Siapa yang bisa buktikan (kecurangan) ini? Pemohon? Tidak mungkin. Hanya institusi negara yang bisa. Karena ini canggih," kata Bambang di Media Center Prabowo-Sandiaga, Jakarta, Senin (24/6/2019).

Pernyataan ini menjadi bulan-bulanan dan tertawa'an publik, tidak saja para advokat pakar hukum, orang awam pun tertawa terbahak-bahak  mendengar statement BW ini yang seharusnya tidak perlu diungkapkan karena hanya mempermalukan dirinya sendiri dan tim hukum Prabowo-Sandi.

Adalah Arsul Sani, salah seorang anggota tim kuasa hukum dari Jokowi-Ma'aruf Amin menegaskan akan "reseh"nya pernyataan BW sebagai seorang advokat yang selama ini diposisikan sebagai orang yang sangat berpengalaman, profesional dan pakar hukum. Kompas.com memcatat pandangan yang tegas dari pengacara Capres 01 ini:

"Statement BW bahwa negara atau pengadilan MK harus membuktikan dalil-dalil yang ia kemukakan dalam permohonannya menjadi bahan tertawaan dunia advokat, tidak saja di Indonesia, tapi juga di kalangan advokat negara-negara lain," ujar Arsul ketika dihubungi, Selasa (25/6/2019).

"Pertama, sarjana hukum mana pun yang ambil mata kuliah beban pembuktian pasti tidak akan menemukan sandaran doktrinal, yurisprudensi, maupun hukum positifnya untuk statement BW. Yang diajarkan adalah asas hukum 'barangsiapa mendalilkan, maka ia harus membuktikan'," ujar Arsul.

"Tugas lembaga peradilan adalah menilai alat bukti, bukan membuktikan dalil salah satu pihak. Kalaupun pengadilan ingin mencari alat bukti, maka itu untuk menambah keyakinan hakim, bukan untuk mendukung atau memperkuat dalil salah satu pihak," ujar Arsul.

Tanpa bermaksud mendahului hasil keputusan hakim-hakim MK yang rencananya diajukan menjadi Kamis 27 Juni 2019, pembacaan hasil sengketa PHPU 2019, maka dari pernyataan BW sebagai ketua tim hukum Capres 02, dapat diartikan sebagai:

  1. BW merasa tidak mampu membuktikan dalil-dalilnya dan dengan begitu merasa gagal, dan karena merasa gagal maka hasilnya "mungkin BW sudah tahu" bahwa ditolak gugatan mereka. Dan dengan begitu, harapan Prabowo untuk menjadi RI-1 pupus sudah. Mimpi tinggal mimpi.
  2. BW menyadari tentang kesalahan mereka dalam mengajukan gugatan itu. Artinya apa yang digugat terlalu "mengada-ada" seperti kecurangan TSM, diskualifikasi Capres01, dan tuntutan kepada KPU.
  3. Gugatan yang diajukan tidak mampu menunjukkan semua bukti-bukti yang diminta oleh Hakim-hakim MK, dan karenanya dalilnya hanya sekedar dalil saja tanpa bekas. Proses persidangan selama 5 kali sidang BW sudah bisa menyimpulkan kekalahan itu. Misalnya yang utama adalah bukti perbedaan jumlah suara yang diajukan sebesar 52% versus 48%, hingga akhir sidang kelima buktinya tidak juga muncul. Demikian juga dengan saksi-saksi yang diajukan, semuanya tidak cukup membangun percaya dirinya BW untuk mengklaim kemenangan pihaknya.
  4. BW semakin sadar bahwa kualitas saksi dan ahli dari kubu KPU dan Capres 01 kualitasnya sangat jauh diatas saksi dan ahli yang dibawa oleh BW dan timnya. Terutama puncak saksi ahli dari 01 yang menghadirkan Prof Eddy yang sangat memukau seluruh Indonesia yang mampu mematahkan semua dalil dari BW. Fakta sidang ini disaksikan oleh seluruh Indonesia bahwa BW sebenarnya sangat jauh dibawah Prof Eddy dan timnya.
  5. BW menyelamatkan mukanya karena merasa malu tidak mampu memenangkan Prabowo-Sandi. Apalagi sejak awal, ketika memasukkan gugatan ke MK, BW mengeluarkan berbagai strategi yang seakan-akan wah dan wah, tetapi sesungguhnya "nyaris tidak ada apa-apanya". Jadi, untuk menyelamatkan muka, maka jurus terakhir BW adalah menyalahkan orang lain, dan malah menuntut institusi negara yang membuktikannya.  Ini namanya blunder membawa malu.
  6. BW memang benar-benar sudah terkapar dan tidak bisa berkutik lagi untuk meyakinkan kubu 02 atas situasi yang ada untuk memenangkan gugatan di MK.

Walaupun demikian, sebagai seorang kuasa hukum yang dipercayakan oleh Prabowo-Sandi, harusnya seorang BW tidak perlu putus asa, karena masih ada dua hari lagi sebelum keputusan MK diumumkan. BW masih bisa berharap terjadinya sesuatu mujizat yang mungkin saja terjadi bahwa kemenangan bukan di pihak 01 tetapi di pihak yang benar.

YupG. 24 Juni 2019

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline