Lihat ke Halaman Asli

Dr. Yupiter Gulo

TERVERIFIKASI

Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

Menyentil Inkulturasi dan Humanisme dalam Konteks Zaman Now

Diperbarui: 1 Juni 2019   20:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://photos.torajaland.net/toraja/catholic-church-makale-tana-toraja.html

Jumat tanggal 31 Mei 2019, menjelang tengah malam 5 menit sebelum pukul 23, Metro TV menyiarkan cuplikan karya Teguh Ostenrick, pembuat patung.

Patung yang di "zoom" dari berbagai sudut, dipegangi, dan ditunjukkan oleh Pak Teguh disebutnya  sebagai patung Bunda Maria.

Ditunjukkannya hidung patung itu yang tidak mancung, karena patung ini menggambarkan anggungnya wanita Bali, bukan orang Yahudi. Bunda Maria yang bersuami Jusup, si tukang kayu sederhana, tidak mengenakan jilbab mahal, pakaiannya sederhana, demikian Pak Teguh bernarasi.

Inilah sebenarnya yang disebut inkulturisasi pemikiran dan pandangan untuk menyesuaikan dengan budaya setempat.

Menurut Pak Teguh pandangan demikian dimungkinkan setelah Konsili Roma ke II di tahun 1962; dimana diputuskan bahwa agama Katolik harus menyederhanakan cara penginjilan, disesuaikan dengan budaya lingkungan setempat.

Di Indonesia, dapat dikisahkan terjadinya inkulturisasi tersebut dengan banyak contoh, dari nyanyian gerejawi dalam bahasa Batak, hingga Flores dan Papua. Bahkan inkulturasi dekorasi dan seni patung dan bangunan gereja di Jawa hingga Toraja.

Bahasan demikian lebih tepat disampaikan oleh ahli budaya. Dilihat dari perspektif ilmu komunikasi menjelaskan sesuatu yang lebih melihat makna penyampaian pengajaran injil, Alkitab dan yang dahulu oleh agama Katolik disebut pelajaran Katekismus, telah banyak mengalami kesederhanaan dan penyampaian yang menyesuaikan budaya setempat.

Selintas mengetahui dari kawan kerabat beragama lain, terutama dari agama Kristen berbagai denominasi, sejak ajaran Martin Luther, agama Kristen di Indonesia sudah lebih dahulu menjalankan inkulturisasi menyesuaiakan budaya lokal di berbagai bagian atau provinsi di Indonesia.

Perubahan cara pandang setelah Konsili Roma ke II, tahun 1962; menimbulkan pertanyaan, apakah diwaktu itu terjadi semacam renaissance?

Tiba-tiba teringat buku K. Bertens yang di salah satu Bab-nya mengenai Masa Modern: "Renaisance", jalan menuju masa modern, yang terjadi di abad 15 - 16.

Meskipun kini yang disebut oleh kaum milenial sebagai "zaman now', menyebutkan banyak istililah ultra modern: zaman digitalisasi hingga terbentuknya "unicorn"; ada baiknya menengok selintas kebelakang apa yang terjadi zaman renaissance itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline