Lihat ke Halaman Asli

Dr. Yupiter Gulo

TERVERIFIKASI

Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

Pemimpin yang Miskin Empati akan Menjadi Otoriter

Diperbarui: 2 April 2019   19:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto: panafricanvisions.com

Miskin Empati, Pemimpin Akan Menjadi Otoriter

Perubahan yang terjadi secara global saat ini telah mengubah tatanan dunia diberbagai belahan dunia. Ketika keadilan semakin diutamakan, HAM atau hak azasi manusia dikedepankan, equal opportunity dalam segala bidang bagi semua orang dengan latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda, maka kepemimpinan yang dituntut pemimpin yang memiliki empati yang kuat, luas dan dalam.

Dinamika masyarakat sekarang tidak lagi membutuhkan pemimpin yang bergaya otoriter, yang hanya memaksakan semua kehendaknya dan masyarakat atau orang lain harus melakukannya seturut kehendak sang pemimpin.

Sebab, pada saat pemimpin memiliki empati yang kuat dan dalam, maka masyakat akan merasa didengar, dihargai dan diakomodir pikiran dan perasaannya. Mereka merasakan keterlibatan dalam proses mengelola sebuah negara dan pemerintahan melalui apparat birokrasi dari pusat ke daerah.

Sebuah contoh sederhana yang sering ditemui. Ketika seorang ibu rumah tangga disuatu kawasan mengeluh kepada Bupatinya atau kepada gubernurnya, bahwa "harga-harga gas elpiji semakin mahal dan kami tidak sanggup lagi membelinya". Apa respons dari Bupati atau Gubernurnya? Jawabannya adalah "Ibu, kalau tidak sanggup membeli karena tidak punya uang, ya jangan dipaksakan, jangan beli gas elpiji".

Inilah contoh konkrit seorang pemimpin yang miskin atau tidak memiliki empati kepada rakyatnya. Tidak menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh si ibu ini. Bahkan malah dia dipermalukan didepan banyak orang. Pemimpin tidak boleh melakukan itu, karena menyakiti hati rakyat yang memilih Anda sebagai bupati atau gubernur.

II. Empati dan Indikatornya

Harus difahami bahwa pengertian empati dalam konteks yang sederhana diatas adalah kemampuan atau skill untuk memberikan kesan  pada orang lain bahwa seorang pemimpin mengerti dan menaruh perasaan dan perhatian pada perasaan orang lain, khususnya mereka  yang menjadi bawahan maupun konstituen yang harus dilayani.

Seorang yang mampu menunjukkan empati seharusnya dapat membayangkan bagaimana perasaan atau apa yang dirasakan dan sedang dipikirkan  lawan bicaranya dengan cara menempatkan  dirinya pada tempat atau posisi orang tersebut.

Mereka akan dilihat oleh orang lain sebagai orang yang memberikan pengakuan dan menghargai individualitas pihak lain. Umumnya, tidak bisa menyamaratakan  kedalam golongan tertentu saja. Tetapi yang terjadi adalah mereka akan  membeda-bedakan  orang yang satu dengan orang yang lain. Dan biasanya, indikatornya adalah mereka  hampir tidak pernah membuat pernyataan yang negative tentang orang lain atau bawahannya atau lawan bicaranya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline