Hari Anak Nasional 2018, Antara Orangtua, Gawai dan Anak
Peringatan HAN atau Hari Anak Nasional Senin 23 Juli 2018 baru saja berlalu. Tidak terlalu menggemparkan dibandingkan dengan hiruk pikuknya proses "colek caleg" yang terus bergulir dengan masuknya para selebritis dan para mantan napi menjadi calon legislatif. Kemeriahan perayaan HAN juga tenggelam dengan berita siapa yang akan menjadi pendamping Jokowi dan Prabowo sebagai calon presiden 2019.
Puncak perayaan HAN yang dipusatkan di Kebun Raya Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, dihadiri oleh 3000 anak. Namun tidak dihadiri oleh Presiden RI, bahkan pidato yang dikirim melalui videopun tidak ada sesuatu yang menggetarkan sebagai wujud perhatian bagi masalah anak di Indonesia. Jokowi hanya berpesan agar anak-anak Indonesia lebih rajin belajar, bermain, dan juga berolahraga. "Saya titip jangan lupa untuk terus belajar. Tapi juga jangan lupa bermain dengan teman-teman agar semua bergembira dan senang. Jangan lupa berolahraga biar sehat".
Apakah betul tidak masalah yang serius dan mendasar tentang anak Indonesia? Apakah masih ada hal penting yang masih tersisa dari perayaan HAN 2018? Nampaknya, yang masih terus menjadi pembicaraan hangat adalah tentang "gawai" dan anak-anak. Harian Umum Kompas cetak saja menurunkan berita utamanya pada Selasa 24 Juli 2018 dengan judul "Batasi Gawai pada Anak". Berita ini menjadi menarik karena sekaligus menyajikan hasil survey tentang "jajak pendapat mencegah kecanduan gawai" yang dilakukan tanggal 18-19 Juli 2018.
Bagi saya menjadi menarik jajak pendapat yang dilakukan di 16 kota besar di Indonesia dengan 685 responden dengan kesimppulan bahwa "ada sikap permisif terhadap gawai dalam keluarga".
Artinya, orangtua mentolerir nan mengizinkan anak-anaknya untuk menggunakan gawai yang terkoneksi oleh internet". Sebanyak 83,1% setuju bahwa anak-anak usia diatas 13 tahun boleh menggunakan gawai. Tapi, hati-hati ada sekitar 15,8% menyetujui anak-anak usia dibawah 13 tahun membolehkan menggunakan gawai yang terkoneksi internet.
Gawai dan Dampaknya
Apakah ada yang salah dengan yang namanya gawai itu sehingga harus terus menerus menjadi issue yang dibahas terus menerus tanpa jedah? Dulunya nama Bahasa Inggrisnya gadget, lalu terminology Bahasa Indonesianya menajdi gawai. Gawai difahami sebagai suatu peranti atau instrumen atau alat yang memiliki tujuan dan fungsi praktis yang secara spesifik dirancang lebih canggih dibandingkan dengan teknologi yang diciptakan sebelumnya. Didalam benda yang disebut gawai terdapat inovasi atau kabaruan yang terus menerus dilakukan oleh pihak industry.
Lebih sederhananya publik memahami dan mengenal gawai itu adalah Handphone, atau Smartphone/Telepon Cerdan yang memiliki berbagai fitur yang biasanya hanya bisa dibuka melalui computer/laptop tetapi didalam gawai semua dijadikan satu. Umumnya menggabungkan fitur dari perangkat mobile populer seperti asisten pribadi digital (PDA), media player, unit navigasi GPS dan kamera digital menjadi sebuah perangkat pintar dan pada umumnya sebuah smartphone dapat mengakses internet dan dapat menjalankan aplikasi pihak ketiga.
Manfaat gawai ada banyak, antara lain mempelancar komunikasi, mengakses informasi, menambah wawasan, menjadi media hiburan dan menjadi gaya hidup.
Sederhananya, secara umum bagi banyak orang gawai dimaknai sebagai membuat mudah untuk berkomunikasi dengan seseorang yang jauh dengannya untuk mendapatkan pesan dan menyampaikan pesan, walaupun disadari ada kecenderungan tidak sedikit orang menjadi sedikit lebih jarang untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih dekat.