Lihat ke Halaman Asli

Dr. Yupiter Gulo

TERVERIFIKASI

Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

Kalau Kitab Suci Fiksi Maka Iman Anda Berkurang !?

Diperbarui: 13 April 2018   14:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.oketimes.com

Kompasiana mengangkat statement Roky Gerung sebagai sebuah trendi topik, yaitu "Kitab Suci Fiksi". Tidak salah topik ini menjadi trendi, karena reaksi masyarakat begitu tinggi bahkan dianggap "melakukan penistaan" dan harus dilaporkan ke Polisi.

Secara spontan, reaksi yang muncul dari pembaca dan pendengar adalah "apakah benar kitab suci itu fiksi"?. Reaksi yang cenderung menolak dan tersinggung muncul dari masyarakat. Mengapa, karena "kitab suci dianggap suci dan tidak boleh ada yang melecehkannnya". Ada kecenderungan kuat pemahaman bahwa kitab suci identic dengan Tuhannya, sehingga apabila melecehkan kitab suci maka berarti menghina dan melecehkan tuhannya. Benarkah demikian ?

Berbicara tentang kitab suci sebetulnya kita sedang berbicara dan membahas tentang "hubungan antara manusia dengan Tuhannya".  Tuhan yang diyakini dan diimani dalam menjalani hidup sehari-hari. Disana ada "dogma" atau "ajaran" yang menjadi pedoman dalam menjalankan hidup kepercayaan dan keber-imannnya.  Ajaran yang diyakini datang dari Sang Tuhan yang memandu kehidupannya. Lalu, ajaran-ajaran itu tercatat didalam buku yang disebut "kitab suci". Kitab suci seakan menjadi "buku manual" untuk menjalankan kehidupan keberiman dan kepercayaan penghuninya.

Seorang Theolog, Pdt Ioanes Rachmat, menulis dalam status facebooknya pada 5 November 2010 "Berkaitan dengan Alkitab, secara emblematik penulis mau katakan bahwa kitab suci gereja ini paling banter memuat fakta sejarah sebanyak 20 persen, sedangkan sisanya, 80 persen, adalah fiksi" .Perbedaan antara fiksi dan sejarah adalah "fiksi adalah sebuah reka-rekaan, suatu khayalan, bukan sebuah fakta, bukan suatu peristiwa sejarah factual".Mengutip dari Meriam Webster's Collegiate Dictionary mendefinisikan sejarah (history) sebagai "peristiwa-peristiwa di masa lampau" dan sebagai "suatu catatan kronologis mengenai peristiwa-peristiwa penting (yang memengaruhi suatu bangsa atau suatu lembaga), yang seringkali mencakup sebuah penjelasan tentang sebab-musabab peristiwa-peristiwa itu."  Keadaan "benar-benar terjadi di masa lampau" yang timbul karena "sebab-musabab" tertentu inilah yang membedakan sejarah dari fiksi yang merupakan "rekaan" atau "khayalan."

Sesungguhnya antara fiksi atau bukan nampaknya masih terus menjadi "perdebatan" dalam arena studi-studi theologia. Karena, manusia terus menerus mencari kebenaran setiap hal dalam kitab suci dengan cara mencari bukti-bukti sejarahnya. Ini pekerjaan yang tidak pernah selesai sepanjang peradaban manusia.

Oleh karenanya maka pertanyaannya adalah apakah keimanan kita terganggu dengan pernyataan RK ini ?. Harusnya, tidak terganggu. Malah, bisa menjadi "pintu" untuk memperkokoh iman percaya umatnya. Dengan terus menerus mencari, menguji dan membuktikan akan keimannannya. Saya pikir, sikap inilah yang juga menumbuhkan berbagai aliran teologi dalam usaha manusia menemukan kebenaran sejati itu. Dan kebenaran sejati itu, akan terus menerus diwariskan kepada generasi berikutnya yang memiliki tantangan zaman yang berbeda.

Setiap zaman, iman Anda akan terus diuji. Maka bertelogia juga harus kontekstual. Kalau tidak maka akan terjadi "pemaksanaan" ajaran yang hanya akan menghabiskan sumber energy yang tidak perlu.

Tantangan zaman bukan semakin ringan, tetapi makin berat dengan perubahan yang terjadi semakin sulit diprediksi. Oleh karenanya, tantangan iman percaya Anda juga semakin berat. Tidak ada jalan lain, selain merawat iman percaya Anda terus menerus !




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline