Indonesia akhir-akhir ini khususnya warga Sumatera Selatan di kagetkan berita OTT KPK terhadap Bupati Musi Banyuasin Bapak Dodi Reza Alex Noerdin, sebelumnya Ayah kandung dari Bupati Muba ini juga ditangkap dalam dua kasus sekaligus yaitu pembelian gas bumi oleh perusahaan daerah pertambangan dan energi Sumsel 2010-2019, dengan kerugian sekitar 30 juta dolar AS, serta tidak dibayarkannya setoran modal gas tersebut sebesar 63.750 dolar AS. Dan kedua, korupsi pada dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya di Jakabaring Palembang dengan kerugian sekitar 130 miliar rupiah, kasus dari ayahnya.
Anaknya, dalam penemuan barang bukti saat OTT KPK sampai saat artikel ini diterbitkan tidak sebesar korupsi ayah kandungnya yaitu hanya sebesar 1,5 miliar rupiah, ditemukan dalam tas merah di ajudan pribadi Bupati Muba (di salah satu hotel di Jakarta) serta temuan 270 juta rupiah didapat KPK di Muba dalam kantong plastic berwarna hitam, didapat dari pegawai Dinas PU Muba usai solat Jumat disebuah masjid, miris.
Secara detail, dalam penyelidikan KPK kemarin bahwa Bupati Muba meminta Fee proyek sebesar 10% untuk ia sendiri, 2-3% untuk antek-anteknya (Oknum Pegawai PUPR Muba) dan 3-5% untuk Ajudan pribadinya. Dari total nilai proyek sebesar 19,89 miliar rupiah, total dari empat paket proyek di Muba. Dengan komitmen fee sebesar 2,6 miliar untuk Dodi dari Suhandy (PT. Selaras Simpati Nusantara) yang nantinya diberikan kepada herman ajudan pribadi Dodi, kemudian nanti diserahkan kepada Dodi.
Kecurigaan KPK ini bermula dari transaksi transfer antar Bank PT. Selaras Simpati Nusantara kepada kerabat dari salah satu Antek di dinas PUPR Muba, sehingga KPK melacak aliran dana ini, maka mengerucut pengintaian di Musi Banyuasin. Jika dilihat dari situs LPSE Muba, besaran HPS dari proyek pembuatan jembatan misalnya, terlihat begitu di mark up HPS nya. '
Artinya, kita saja sebagai warga biasa sudah dapat menaruh curiga jika harga perkiraan proyek tersebut sudah diatas rata-rata harga proyek jembatan pada umumnya, terlebih Muba dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja, material dan SDA tidak susah, berbeda dari Provinsi seperti di Papua misalnya, sehingga Ketika nilai HPS dari suatu proyek disana tinggi maka suatu kewajaran karena kurangnya material yang masih dikirim dari luar provinsi dalam hal distribusi.
Selannjutnya, dugaan adanya kebocoran nilai terhadap peserta tender yaitu PT. Selaras Simpati Nusantara, maka PT. SSN ini dapat menaikan harga penawaran kepada 4 proyek tersebut agar menjadi pemenang tender. Padahal, dalam hitungannya sudah patut diduga bahwa nilai proyek aslinya tidak sampai nilai proyek yang telah di mark up, selisih tersebut yang nantinya mereka bagi-bagi dengan komitmen fee sebelumnya yang telah disepakati, informasi dari KPK bahwa keuntungan proyek tersebut sebesar 15% untuk PT. SSN.
Secara rinci dapat kita hitung walau kurang valid, bahwa keuntungan 15% PT.SSN ditambah 10% fee Dodi, ditambah 2%+3% untuk bawahannya, menjadi total 30% keuntungan dari nilai empat proyek 19,89 Miliar rupiah yaitu sekitar 6 miliar uang bagi-bagi. Artinya, nilai murni dari empat proyek tersebut hanya sebesar 13,89 miliar rupiah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H