Baqir Shadr dalam buku Falsafatunna memberi pernyataan sekaligus pertanyaan yang bertentangan terhadap pendapat Marx-Engels mengenai rumusan dialektika. Kemudian tokoh revolusioner China Mao Zedong yang memodifikasi rumusan dialektika Marx-Engels kedalam konsep sumbu-sumbu gerakan yang nantinya di suntikan sebagai bentuk perlawanan terhadap imperialis Jepang. Engels pun dalam merumuskan konsep dialektika miliknya bermula atas gagasan dialektika temannya yaitu Marx, begitu juga Marx mendapat rumusan atas kritik terhadap konsep dialektika Hegel yang mana di rumuskan Hegel di abad Clasic berakar dari pemikiran Heraclitus.
Sunggu indah melihat pola kritik mereka pendahulu atas suatu gagasan atau konsep, kritik sekaligus memberi gagasan terbaharukan guna perkembangan sebuah ilmu pengetahuan bahkan berlanjut sampai pasca era skolastisisme Descartes dan gagasan para Filsuf Modern abad 20 seperti David Hume, Feurbach, Mao Zedong, T. Hobbes, John Locke, Kant dan lain sebagainya.
Dialektika pada abad Clasic mendefinisikan dialetika secara etimologi dalam Bahasa Yunani yaitu Dialektikos berarti percakapan (kata benda) yang berasal dari kata Dialegesthai berarti bercakap (kata kerja). Sehingga dialektika ini erat kaitannya dengan arti sebagai sebuah "dialog", dialog adalah salah satu cara berfilsafat yang digunakan oleh Socrates, gagasabn filsafat yang ditulis panjang lebar oleh muridnya yaitu Plato dalam tradisi adat Yunani.
Pada masanya beberapa gagasan Socrates yang berasal dari buah dialektikanya dianggap Sparta ( Penguasa masa itu) sebagai gagasan yang menyesatkan terhadap kaum muda Athena seperti memberi gagasan mengenai Tuhan yang mulai masuk dalam konsep Monoteisme, walau tuduhan Sparta tersebut tidaklah berdasar, serta kritik-kritiknya lainnya terhadap pemerintahan kekaisaran Sparta saat itu membuatnya di adili dengan vonis hukuman mati, maka selama delapan tahun sebagai murid Socrates, Plato lah yang menuliskan gagasan-gagasan buah dialetika Socrates.
Dialektika dalam hal dialog ini erat kaitannya mempadukan antara pertentangan VS penetapan, kemudian muncul lah asal mula makna kontradiksi yang dikemukakan oleh Heraclitus berdasarkan pertentangan dan penetapan di abad Clasic yang masih bersifat kosmosentris. Menurutnya, segala sesuatu di alam semesta (kosmosentris) pasti memiliki kontradiksi, yang akan memunculkan perubahan. Artinya, semua harus berkontradiksi untuk terciptanya suatu perubahan. Seperti siang-malam, tinggi-pendek, api-air, panas-dingin, barat-timur dan lain sebagainya bahwa hal itu saling terikat serta berhakikat maka timbul lah suatu perubahan.
Kemudian konsep kontradiksi Heraclitus yang bersifat kosmosentris tersebut mendapat kritikan dari Hegel bersumber dari rumusan Heraclitus yang di modifikasi dalam konsep yang ia sebut Trifial yang artinya bahwa tidak cukup hanya penetapan dan pertentangan, tetapi ada juga pertentangan atas pertentangan. Kerangka alurnya adalah Tesis (Penetapan) - Anti Tesis (Pertentangan/pengingkaran) - Sintesis (Pertentangan atas pertentangan) - "New Tesis" (penetapan baru).
"New Tesis" ini hanya istilah penulis yang ingin mengatakan bahwa setelah Sintesis (Pertentangan atas Pertentangan) yang memunculkan penetapan terhadap gagasan atau tulisan baru yang kemudian kembali lagi kepada Tesis yang berisi penetapan baru dan terus beralur berulang-ulang, seperti contoh sebagai berikut :
Tesis (Pulau adalah tanah) - Anti Tesis (Pulau bukan tanah akan tetapi air) - Sintesis (Pulau adalah tanah yang dikelilingi air), Artinya berdasarkan perpaduan tesis dan anti tesis sebelumnya, akan memuncukan sintesis.
Adapun Hegel beranggapan bukan hanya berbicara rumusan Trifial seperti diatas, lanjut Hegel menambahkan suatu gagasan proporsi pada suatu hal atau benda, ia berpendapat bahwa berkontradiksi suatu hal yang natural/wajar. Bahwa ada secara internal dalam setiap hal.
Artinya, dalam melihat suatu sudah pasti ada dialektikanya atau kontradiksinya, jika atau hanya jika berelasi dengan makna negative terhadap hal pertentangannya, sehingga sesuatu hal atau benda sekaligus bisa menjadi bukan hal atau benda itu sendiri.
Analogi untuk memperkuat paham maksud dari Hegel ini adalah seperti :