Lihat ke Halaman Asli

Setengah Mati Membeli “Barang Ilegal”

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemeriksaan mobil dan penumpang oleh petugas Pos Pamtas sebelum menuju "Pasar" Camp Tapak Mega

Toyota Land Cruiseritu membawa 6 penumpang. Dua di antaranya adalah Yonathan dan Mansyur . Mereka adalah warga Desa Long Nawang Kecamatan Kayan Hulu, Kabupaten Malinau-Kalimantan Timur. Setelah menempuh 15 KM perjalanan dari Long Nawang, pick up berplat nomor QKE 9364 itu berhenti di depan Pos Pamtas Long Nawang. Di Pos Pamtas ini kendaraan akan diperiksa oleh petugas, TNI dari Yon 631/Antang, Kalimantan Tengah dan penumpang diwajibkan melapor kepada petugas pencatat di depan pos.

Tidak rumit, penumpang hanya diharuskan memperlihatkan ‘SIM’ (Surat Izin Melintas) lalu mencatatkan identitas yang tertera pada SIM itu pada buku petugas. SIM yang ditunjukan pada petugasdikeluarkan oleh Pemerintah Kecamatan setempat. SIM Kuning (kertas berwarna kuning) berisi identitas pemilik, alamat tujuan, serta keperluan yaitu, belanja, kunjungan keluarga, dan berusaha (mencari pekerjaan). Setelah selesai, petugas akan mempersilakan mereka melanjutkan perjalanan menuju tujuan.

Setiap hari, selalu ada rombongan warga melintasi Pos Pamtas Long Nawang. Mereka warga Apau Kayan yang berasal dari 3 kecamatan perbatasan yaitu, Kayan Hulu, Kayan Selatan, dan Kayan Hilir. Tujuan mereka ialah untuk berbelanja ke Camp Tapak Mega, Serawak-Malayasia. Tapak Mega adalah sebuh camp perusahaan kayu milik Malayasia yang kemudian berfungsi sebagai pasar bagi warga Apau Kayan. Yang dibeli biasanya sembako atau material bangunan. Kebiasaan belanja di negeri Jiran sudah berlangsung puluhan tahun bahkan sebelum Indonesia merdeka. Alasan warga belanja ke luar negeri karena jalan yang menghubungkan 3 kecamatan tersebut dengan daerah lain di kabupaten atau antarkabupaten sampai sekarang belum terbuka. Kecuali dengan pesawat terbang (MAF atau Susi Air). Tapi ongkos barang via pesawat membuat harga jauh lebih mahal. Ongkos barang via pesawatRp27.000 perkilo gram.

Jalan tikus perbatasan menuju Pasar Cam Tapak Mega

Bagi warga dari Kayan Selatan dan Kayan Hilir, sebelum mencapai Camp Tapak Mega, mereka harus melakukan perjalanan dulu ke Long Nawang. Dari Kayan Selatan harus menempuhjarak sekitar 16 KM lewat darat atau lewat sungai. Sedangkan dari Kayan Hilir jalan satu-satunya ialah melewati sungai dengan perahu sekitar 4 jam jika kondisi air normal dan tanpa beban. Jalan darat Long Nawang-Data Dian, ibu kota KecamatanKayan Hilir baru direncanakan dibangun tahun ini oleh pemerintah.

Dari Pos Pamtas mereka harus menempuh pejalanan sekitar 17-20 KM. Tidak terlalu jauh sebetulnya. Hanya medan jalan yang sulit membuat perjalanan lama dan cukup memompa adrenalin. Jalan perbatasan yang harus dilalui masih berupa jalan tanah selebar 3 meter. Dan hari itu, hujan deras baru turun malam hari. Tak pelak, Land Cruiseryang dibeli Mansyur dari Malayasia harus merayap seperti kura-kura terutama pada tanjakan dan turunan 60-70 derajat. Ban mobil berkali-kali harus meronta dalam kubangan lumpur. Sesekali mobil pun nyaris berbalik arah.“Di sini sorga dan neraka terlihat,” celetuk Mansyur.

Mansyur sudah lebih dari 20 tahun hilir-mudik membawa warga Apau Kayan menuju Camp Tapak Mega. Ada sekitar 5 angkutan sejenis yang biasa naksi ke Camp Tapak Mega. Selain Mansyur, salah satu pemilik angkutan tersebut ialah Ingkong Ala, pengusaha pribumi yang disebutkan Mansyur dan sejumlah warga sana banyak membantu warga khususnya dalam memperlancar akses jalan. Jalan menuju Camp Tapak Mega terbuka berkat campur tangannya. Ingkong Ala juga, yang selalu gesit menyuruh anak buahnya memperbaiki kerusakan jalan kalau tertimbun longsor.

Karena jauh dan medan sulit, maka tarif alias ongkos yang dikenakan pun cukup mahal. Tapi untuk soal ongkos dihitung sesuai barang. Untuk 1 drum minyak dikenakan ongkos sebesar Rp400 ribuatau 1 sak gula 25 kilogram Rp150 ribu, 1 sak semen bisa mencapai Rp300-400 ribu. Ongkos tersebut dari Camp Tapak Mega sampai Long Nawang. Jika sampai Long Ampung atau Data Dian akan lebih mahal. Tambahanya bisa mencapai Rp100-150 ribu. Demikian juga ke desa-desa yang berada di luar Desa Long Nawang.

Tingginya biaya pengadaan barang-barang tersebut berdampak pada mahalnya harga barang di sana. Harga minyak goreng di Long Nawang misalnya, Rp60 ribu, gula pasir Rp30 ribu, semen Rp650 ribu persak, mie instan Rp9.000 dan bensin Rp20 ribu, ballpoint yang di ibu kota dijual Rp3.000 di sana Rp10.000 demikian juga buku tulis. Ballpoint tersebut berasal dari Malayasia bertuliskan “Saya Cinta Malayasia”.Di Long Ampung, Data Dian, dan desa-desa yang letaknya jauh dari Long Nawang, harga akan lebih mahal.

Bagaimana dengan status barang-barang yang dibeli dari Malayasia tersebut? Warga Apau Kayan sering bergurau dengan menyebut bahwa setiap hari mereka memakai atau menggunakan barang-barang yang illegal.

Warga Apau Kayan, perbatasan Malinau-Serawak (Malayasia) menunggu angkutan di jalan putus perbatasan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline