Lihat ke Halaman Asli

Pak SBY, Mampirlah ke Kampung Rajuk!*)

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepada yth.,

Bapak Presiden SBY

Di Jakarta

Salam, Semoga Bapak dalam keadaan sehat dan baik. Kenalkan Bapak, nama saya Alao. Saya tinggal bersama teman-teman di Kampung Rajuk Desa Paking Kabupaten Malinau-Kalimantan Timur. Kampung saya sangat jauh dari kota. Kalau Bapak mau main ke tempat kami, dari ibu kota Malinau harus naik perahu sekitar 4 jam melewati sungai di tengah hutan. Atau lewat jalan darat bisa lebih cepat. Tapi jalannya sulit dilewati dan berbahaya. Apalagi kalau sehabis hujan. Banyak jurangnya.

[caption id="attachment_109271" align="aligncenter" width="640" caption="Foto"][/caption]

Bapak yang baik. Saya dan teman-teman telah bertahun-tahun tinggal di kampung ini. Meskipun jauh dan ada di tengah hutan, tapi saya senang. Saya bisa bermain sama teman-teman di hutan, mencari buah, ubi, atau mencari ikan di sungai. Pokoknya kalau Bapak main ke kampung saya pasti senang. Saya dan teman-teman akan carikan ikan di sungai untuk Bapak. Kalau Bapak suka durian, saya dan teman-teman mau juga mencarikannya. Buah duriannya enak lho, Pak. Tapi, Pak, ada sedihnya juga tinggal di kampung saya ini. Karena saya dan teman-teman tidak bisa belajar dengan baik seperti teman-teman saya di kota sana. Kami belum punya tempat sekolah. Tempat sekolah kami pondok kayu, tapi baru ada tiang-tiangnya saja. Atapnya belum ada. Apalagi kursi dan meja. Guru juga belum ada Pak. Untungnya kami punya Pak Gembala yang sering menjadi guru kami untuk belajar menulis, membaca, dan berhitung. Kami hanya belajar itu saja.

[caption id="attachment_107811" align="aligncenter" width="576" caption="Foto"][/caption]

Pak Gembala kami baik sekali, Pak SBY. Sore hari kalau tidak hujan ia akan membimbing kami belajar menulis, membaca, dan berhitung di atas tanah karena di tempat kami tidak ada buku. Sesekali Pak Gembala memberikan pelajaran agam. Membaca Alkitab lalu menceritakannya pada kami. Kami belajar di mana saja dan bebas memakai baju apa saja. Pak Gembala kasihan karena kami tidak pernah punya seragam sekolah.

[caption id="attachment_107823" align="aligncenter" width="556" caption="Foto"][/caption]

Kalau tidak di halaman rumah atau di bawah pohon, kami belajar di dalam gereja. Gereja kami kecil saja. Bangunannya dari kayu semua dan atapnya dari daun nipah. Di dalam gereja kami bisa duduk di atas papan yang dibuat sebagai bangku. Kalau hujan atapnya bocor. Takutnya kalau ada angin besar. Takut atapnya terbang. Tapi biar pun reot dan jelek, gereja itu setiap hari Minggu selalu penuh kami pakai untuk beribadah. Pak SBY, saya dan teman-teman saya ini tidak mau diolok. Nggak tahu kenapa Pak, orang-orang suka sekali mengolok kami, "Anak Punan, bodok!". Maksudnya, bodoh, Pak. "Kampungan,", "Anak hutan," dan macam-macam olokan lainnya. Kalau memang bodoh, saya dan teman-teman tidak mau sebetulnya jadi anak bodoh, kampungan, atau jadi anak hutan. Kami ingin seperti mereka, seperti anak-anak yang tinggal di kota. Kami ingin sekolah dan belajar supaya pintar. Saya ingin pintar mengobati orang sakit. Saya ingin mengobati nenek yang sekarang sakit. Iwel, Bilung, Sulau, dan teman-teman saya yang lainnya juga pasti punya keinginan yang sama. Bapak SBY yang baik, sekian dulu surat dari saya. Saya dan teman-teman senang sekali kalau Bapak datang ke kampung kami melihat sekolah dan gereja kami. Salam dari kami untuk Bapak dan keluarga. Alau *) Surat Imajiner dari Alau, gadis cilik sahabtku di Kampung Rajuk (Kamu bisa menjadi suster nanti)

[caption id="attachment_107814" align="aligncenter" width="512" caption="Foto"][/caption]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline