Setelah Ayah meninggalkan kami. Ibu masuk ke dapur dan mengambil 1 jerigen isi penuh minyak tanah dan masuk ke dalam kamar. Melihat hal itu saya menangis histeris sambil mengetuk pintu kamar Ibu. "Bu, tolong keluar! Tolong Bu!", pinta saya kepada Ibu. "Lisa, Ibu tidak sanggup lagi. Ibu mau mati saja", kata Ibu. Saya semakin kuat memukul pintu Ibu sampai tangan memerah. Saya berlari ke rumah Pak Isto dan Ibu Atik, tetangga kami untuk minta pertolongan. Pak Isto dengan secepatnya masuk ke dalam rumah dan mendobrak pintu kamar Ibu.
Sebelas menit berlalu, pintu berhasil di buka. Tubuh Ibu penuh dengan minyak tanah. Tangannya memegang korek api dengan tatapan kosong. Saya langsung berlari dan memeluk Ibu. "Sadarkan dirimu, Ningsih. Apapun masalah yang terjadi kamu harus tetap kuat demi anak-anak kamu", kata Ibu Atik dengan suara lirih. Ibu Atik mengambil handuk yang sudah dibasahi air deterjen dan mengelap rambut & wajah Ibu. Kemudian dengan sigapnya membuatkan teh hangat untuk diberikan kepada Ibu.
Ibu masih saja diam, tanpa tangisan. Tetapi wajah kesakitan dan kerapuhannya terlihat jelas di matanya. Tiba-tiba, dia mohon izin untuk mandi. Lama sekali Ibu mandi. Saya menunggu Ibu depan kamar mandi dengan was-was dan penuh pertanyaan. "Lis tolong ambilin Ibu sabun cair di kamar Ibu", pinta Ibu. Saya berlari dengan cepat dan kembali ke depan kamar mandi dengan cepat juga untuk memberikan sabun.
Dua jam berlalu, Ibu keluar dari kamar mandi. Wajahnya terlihat lebih baik daripada sebelumnya. Ibu mendekati saya dan memeluk saya. "Maafin Ibu yah, Lisa. Ibu tidak akan mengulanginya lagi. Apapun yang terjadi Lisa. Ibu akan kuat", kata Ibu. Saya pun sedikit tersenyum legah mendengarnya.
Malam itu saya dan Ibu tidur bersama. Sebelum tidur, Ibu mengajak saya berdoa. "Lisa, kamu harus selalu percaya. Apa yang kamu minta kepada Tuhan dengan tulus, pasti Tuhan akan kasih. Apapun itu.", kata Ibu dengan berbisik dan memejamkan mata. "Betulkah, Bu?", tanyaku. Ibu menganggukan kepala. Saya pun melihat ke arah lilin menyinari patung salib dan tersenyum. Saya akan selalu mempercayai Engkau, Tuhan. Begitu janji saya dalam hati.
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H