Lihat ke Halaman Asli

Runtuh?

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berkali-kali ku basuh wajah kotor ini, rasanya air jernih sekalipun tak bisa menghapus noda yg terlanjur menempel dikulit pipiku. Orang bilang itu cinta, yg telah membuatku bodoh mengizinkan bibirnya mengecup pipiku. Ya, dia yg meruntuh pagar kekuatanku.
3 bulan yg lalu, seorang lelaki menyatakan hatinya padaku. Dia karibku sendiri. Rasanya bingung bukan main. Ntah dengan alasan apa, kuterima ia menjadi kekasihku.
Hari demi hari aku jalani hubungan ini dengannya. Dia dapat menerimaku, seorang gadis kampung yg kental dg tata aturan, norma dan adat istiadat. Sesabar mungkin jg dia hadapi sikapku yg kaku dan kampungan, bahkan dia dapat terima sgala aturan yg biasa aku jalankan.
Perhatiannya membuatku benar-benar jatuh cinta padanya. Cinta karena terbiasa, itulah istilah yg tepat untukku. Dia dapat mendatangkan ketenangan disaat gelisah, dia membuatku tersenyum disaat hati ini cemerut.
Hari itu dia mengajakku keluar. Kegiatan seperti biasa kami lakukan. Bincang-bincang, makan, dan minum. Ya hanya itu. Tapi kali ini dia berbeda, menatapku lebih tajam. Kepalanya bergerak kekanan kekiri kemudian mendekat dan semakin mendekat lagi.
"Izinkan aku mencium pipimu" Bisiknya ke telingaku.
Tanpa ada jawaban dia mengecup pipiku. Aku hanya terdiam, tak melawan. Tapi hatiku bergumam, bahkan kelembutan kalbu berubah gelisah. Apakah ini suatu hubungan? Apakah ini cinta? Tapi, bagaimana dengan keyakinanku? Bagaimana dengan kekokohan tata aturan yg selama ini aku jalani?
Sekejap, hitungan detik saja aku berikan pipi ini yg belum seharusnya aku berikan. Benarkah aku runtuh? Hmmn

Belajar nulis hehe. kalo ada salah-salah harap maklum yaa




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline