Lihat ke Halaman Asli

Yuni Wahyuni

Perempuan Biasa yang Tengah Belajar Jadi Lebih Baik Dari Sebelumnya

Cerpen | Aku dan Nenek Pencari Kayu

Diperbarui: 25 Juli 2018   00:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

NusantaraNews

Cerita ini berawal dari kehidupan sederhana yang pernah terjadi di masa kecilku dulu. Di mana pada waktu itu, untuk sekadar membeli beras teramat sangat sulit apalagi untuk membeli bahan bakar berupa gas elpiji dan teman-temannya.

Sebagai seorang gadis desa yang masih sekolah, kegiatan yang utama harusnya sekolah, bukan? Hal demikian tidak terjadi denganku. Untuk sekadar membantu meringankan beban kedua orang tua, setiap pulang sekolah, aku harus mencari kayu bakar ke hutan-hutan sekitar rumah. Baik dengan saudara, teman sejawat, bahkan sering juga dengan seorang nenek tua. Sebut saja Mbok Nah. Beliau perempuan berusia puluhan tahun lebih tua dariku. Namun, semangat juang demi menghidupi satu cucu dan suaminya yang lumpuh, Mbok Nah tidak pernah terlihat seperti orang yang gemar megeluh.

Hingga suatu hari di akhir pekan, aku mencoba datangi rumahnya.

"Assalamualaikum," Teriakku yang mungkin sudah bervolume sama tinggi dengan azan zuhur waktu itu.

Satu, dua kali aku coba mengucapkan salam lagi. Tetap tidak ada jawaban dari yang punya rumah. Antara yakin dan tidak yakin, tanganku berhasil membuka gagang pintu yang ternyata tidak terkunci itu.

Saat pintu terkuak, aku terkejut mendapati Mbok Nah ada di dekat perapian dengan berlinang air mata.

"Mbok Nah, kenapa menangis?" tanyaku sambil melihat ke sebuah kuali yang ada di atas perapian.

Ataghfirullahal'adziim. Desir hatiku yang diikuti bulir-bulir bening yang membanjir di pipi.

Masih dengan perasaan sedih dan prihatin, kuraih pundak Mbok Nah.

"Mbok, Mbok itu sudah aku anggap seperti nenekku sendiri. Kalau Mbok Nah butuh apa-apa, Mbok Nah bisa cari aku di rumah. Masya Allah, MBok ... sungguh ini bukan makanan untuk manusia. Ini makanan untuk hewan, Mbok," Ujarku masih dengan air mata yang terus susul menyusul semakin deras beranak sungai.

Mbok Nah tergugu di pelukanku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline