Tulisan ini masih tentang trauma yang pahit, menyedihkan dan menakutkan itu. Tentu, sesak dan menderita sekali rasanya jika hidup "masa kini" dijerat oleh pahitnya "masa lalu". Hidup memang terus maju, tetapi kadang kala lajunya dihambat oleh konsep diri negatif karena trauma dan diperlambat oleh rasa takut karena bayang-bayang pahitnya masa lalu. Tidak mudah bagi seseorang untuk menaklukkan trauma yang ada di dalam dirinya sendiri. Ada yang dapat sembuh dalam jangka waktu yang singkat, ada pula yang harus berjuang menyembuhkan trauma bertahun-tahun lamanya, bahkan mungkin ada yang tidak pernah sembuh sampai akhir hidupnya.
Trauma pada umumnya dapat terjadi pada seluruh golongan usia, tua atau muda, anak-anak atau dewasa pun tidak tertutup kemungkinan dapat mengalami trauma. Baik itu trauma yang muncul karena luka fisik seperti halnya kecelakaan, sakit penyakit, korban pelecehan seksual, korban kekerasan dalam rumah tangga, korban Bully, dll. Juga dapat terjadi karena luka psikis di masa lalu, seperti halnya kehilangan orang yang disayangi/dicintai, disakiti oleh kekasih, dikhianati teman, difitnah, dll. Luka di masa lalu itu tak jarang menyebabkan pola konsep diri kearah yang negatif, yang menjadi bibit trauma, tumbuhlah emosi atau tekanan mental yang kurang stabil dalam menghadapi dunia sosial, duka mendalam yang menyebabkan ketakutan terhadap suatu kondisi atau lokasi dimana luka itu bermula, kurangnya kepercayaan diri, munculnya rasa putus asa, dendam, kemarahan dan kebencian yang mendalam.
Dalam tulisan sebelumnya saya cantumkan bahwa menerima masa lalu dan berhenti menyalahkan orang lain, merupakan cara yang dapat dilakukan untuk melepaskan trauma. Pada kesempatan ini, saya akan fokus menyoroti trauma yang disebabkan oleh luka psikis, luka perasaan yang menumbuhkan "kemarahan dan kebencian" dalam diri. Yang mana hal itu jika diulang-ulang berpotensi menjadi perangkat program pola pikir yang difungsikan untuk terus-menerus menyalahkan orang lain atas pahitnya masa lalu yang terjadi, lagi-lagi hal itulah menyebabkan penderitaan dalam diri yang tak pernah berujung, dan kemudian menghambat hidup untuk terus bergerak maju.
Ketika menulis ini, saya teringat pada sebuah tulisan Rick Warren dalam bukunya "The Purpose Driven Life" yang sangat memotivasi saya dan harapan saya, ini juga memotivasi para pembaca. Berikut penggalan tulisan Warren:
"Banyak orang yang digerakkan oleh kebencian dan kemarahan. Mereka mempertahankan kepahitan dan tidak pernah sembuh darinya. Bukan melepaskan penderitaan mereka melalui pengampunan, mereka mengulanginya berkali-kali dalam pikiran mereka. Sebagian orang yang digerakkan oleh kebencian bersikap "bungkam" dan menyimpan sendiri kemarahan mereka, sementara sebagian lagi bersikap "amat marah" dan mencetuskannya kepada orang lain. Kedua tanggapan tersebut tidak sehat dan tidak berguna.
Kebencian selalu lebih melukai anda ketimbang orang yang anda benci. Sementara orang yang menyakiti hati anda mungkin telah melupakan perbuatan mereka tersebut dan melanjutkan hidup, anda terus dipenuhi penderitaan anda, dengan mengabadikan masa lalu. Perhatikan : orang-orang yang melukai anda pada masa lalu tidak mungkin terus melukai anda sekarang, kecuali anda mempertahankan rasa sakit itu melalui kebencian. Masa lalu anda adalah masa lalu! Tidak ada yang bisa mengubahnya. Anda hanya melukai diri dengan kepahitan anda. Demi diri anda sendiri, belajarlah dari masa lalu tersebut, lalu jangan mengingatnya lagi."
Melalui penggalan tulisan Warren itu para pembaca mungkin dapat menarik poin-poin untuk direfleksikan. Lihat, dan sadarilah, menerima masa lalu yang pahit itu sangat penting. Tetapi bukan untuk mengingatnya terus menerus. Sekali lagi, terima masa lalu yang pahit itu, berhenti menyalahkan diri sendiri, berhenti menyalahkan orang lain, berhenti menyalahkan keadaan, berhenti menyalahkan waktu, berhentilah marah dan berhentilah membenci. Tidak ada yang dapat mengubah masa lalu, tetapi kita dapat mengerjakan masa kini dan mengejar masa depan yang indah dan meraihnya. Jadi, fokuslah bergerak maju di masa kini untuk masa depan. Jangan hidup dalam jerat trauma masa lalu.
Saya bukan seorang yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang psikologi, saya juga bukan psikolog tersohor yang dapat menawarkan langkah-langkah dan jalan terbaik untuk dapat sembuh dari trauma. Namun, sedapat mungkin saya menuliskan ini berdasarkan pengalaman dan harapan. Harapan agar para pembaca yang saat ini tengah terperangkap trauma, perlahan-lahan berani untuk bangkit, menyudahi, menghentikan kemarahan dan kebencian akan pahitnya masa lalu, kemudian terus bergerak maju, mengejar mimpi di masa kini dan mewujudkannya di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H