Semarang, 19-20 Oktober 2024 -- Kejar Mimpi Kota Semarang telah sukses menyelenggarakan setengah dekade keberadaannya dengan menggelar acara bertajuk SANGKARA "Sinau Saka Wicara, Nggawe Saka Karya".
Acara ini merupakan perayaan budaya yang berlangsung selama dua hari, dengan tema besar "Gumregahing Budaya: Nyuksani Warisan Seni lan Guyub Rukun Sesarengan". Tema ini dipilih karena Jawa Tengah memiliki kekayaan budaya yang luar biasa yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Melalui tema ini, panitia ingin mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, untuk tidak hanya merayakan keberagaman budaya, tetapi juga memahami pentingnya menjaga warisan seni dan budaya lokal di tengah arus globalisasi yang semakin kuat.
Selain menampilkan pameran seni, talkshow dan pagelaran budaya, acara SANGKARA juga menghadirkan bazaar yang melibatkan beberapa pelaku UMKM lokal dari Kota Semarang, seperti Lin-lin Ice Cream dan Komunitas ASN Mengajar Semarang yang turut memasarkan produk tas ecoprint.
Hari pertama acara SANGKARA yang diselenggarakan oleh Kejar Mimpi Semarang di Gedung Monod, Kota Semarang, dipenuhi dengan berbagai kegiatan yang menginspirasi.
Mulai dari diskusi budaya hingga sesi talkshow bersama para narasumber dari beragam latar belakang. Talkshow pertama yang dibawakan oleh Prof. Dr. Mudjahirin Thohir, seorang Dosen Fakultas Ilmu Budaya Undip, menjadi pembuka yang kuat untuk acara ini, membahas tentang bagaimana manusia merespons perubahan dalam kebudayaan.
Dilanjutkan dengan sesi inspiratif lainnya, acara ini memberikan wawasan yang mendalam kepada para peserta, terutama generasi muda, untuk lebih memahami dan melestarikan budaya lokal.
Talkshow pertama pada siang hari, jam 13.15 WIB yang dibawakan oleh Prof. Dr. Mudjahirin Thohir, seorang Dosen Fakultas Ilmu Budaya Undip, dengan tema "Dibalik Perubahan dan Respon Manusia Terhadapnya."
Ia menjelaskan adanya empat tipe manusia dalam merespon perubahan, mulai dari yang pasif hingga proaktif. Prof. Mudjahirin juga menekankan pentingnya menjaga budaya lokal sambil tetap membuka diri terhadap pengaruh budaya luar, asalkan dapat dikolaborasikan dengan baik.
Sebagai contoh, ia membandingkan kebudayaan Suku Badui dalam yang masih mempertahankan tradisi, dengan masyarakat lain yang telah terpengaruh budaya Barat.