Lihat ke Halaman Asli

Yunita Safira

Secretary.

Perlukah Pengendalian Diri dalam Menggunakan Media Informasi Kesehatan?

Diperbarui: 30 Desember 2018   16:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Berdasarkan Sobur (2006), media informasi adalah alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual. Sehat adalah kondisi yang sempurna baik secara fisik, mental, maupun sosial, bukan sekedar tidak ada penyakit atau kelemahan (WHO, 2018). Jadi, dapat disimpulkan bahwa media informasi kesehatan ialah alat untuk mengumpulkan dan menyusun kembali informasi kesehatan, sehingga dapat menunjang atau memperbaharui informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat. 

Pengendalian diri adalah kemampuan individu untuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial (Berk, 1993). Pendapat lain mengatakan bahwa pengendalian diri adalah kemampuan individu yang terdiri dari tiga aspek, yaitu kemampuan mengendalikan atau menahan tingkah laku yang bersifat menyakiti atau merugikan orang lain, kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain dan kemampuan untuk mengikuti peraturan yang berlaku, serta kemampuan untuk mengungkapkan keinginan atau perasaan kepada orang lain, tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain (Gilliom et al., 2002).

Tidak dapat dipungkiri bahwa kesehatan merupakan salah satu kebutuhan primer bagi setiap individu. Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan, karena apabila tubuh sehat maka kegiatan dapat dilakukan dengan lancar. Begitu pun sebaliknya, apabila tubuh sakit maka kegiatan akan terhambat. Hal tersebut menuntut setiap individu untuk mencari tahu informasi seputar kesehatan, yang mana, informasi tersebut dapat ditemukan di media informasi kesehatan, seperti media sosial dan sebagainya. 

Di era digital saat ini, terlihat bahwa penyebaran informasi terjadi sangat cepat dan dapat diakses oleh siapa saja secara online. Dalam penyebaran informasi kesehatan di media sosial, tentu terdapat permasalahan, salah satunya ialah akurasi kebenaran dari informasi kesehatan tersebut. Informasi kesehatan yang tidak akurat kebenarannya (hoax) dapat berdampak buruk bagi penerima informasi, yang mana, dapat menyebabkan rasa khawatir, rasa cemas, rasa takut, rasa panik, dan lain sebagainya.

Saat ini, mencari informasi seputar kesehatan sangatlah mudah. Informasi tersebut dapat ditemukan di media sosial, seperti whatsapp, line, bbm instagram, atau situs portal khusus tentang kesehatan. Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ditha Prasanti, 3 dari 5 informan menyatakan bahwa mereka menggunakan media sosial untuk mencari informasi seputar kesehatan. 

Sebelum memutuskan untuk pergi ke dokter, mereka akan browsing mengenai gejala apa saja yang mereka rasakan. Jika dirasa perlu, baru mereka akan memutuskan untuk pergi ke dokter. Berbeda dengan salah satu informan yang menyatakan bahwa ia lebih mengandalkan dokter pribadi dibandingkan dengan media sosial. 

Hal tersebut dikarenakan ia khawatir apabila informasi kesehatan yang ia dapatkan merupakan hoax, apalagi informasi kesehatan dapat beredar dengan sangat cepat saat ini. Lalu, ada pun seorang tenaga medis yang menjadi informan menyatakan bahwa informasi kesehatan yang beredar di media sosial bisa benar dan bisa jadi hoax. Terlebih lagi, posting-an atau broadcast message di whatsapp dan bbm mengenai informasi kesehatan yang tidak akurat kebenarannya sering terjadi belakangan ini. Maka dari itu, diperlukan adanya pengendalian diri dalam menggunakan media informasi kesehatan.

Pengendalian diri dalam menggunakan media informasi kesehatan sangat penting. Contoh pengendalian diri yang dapat dilakukan ialah dengan tidak mudah mempercayai berita yang belum jelas kebenarannya, tidak menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya, dan tidak memprovokasikan berita yang belum jelas kebenarannya. 

Pengendalian diri sangat efektif untuk meminimalisir risiko termakan hoax dan tersebarnya hoax. Dengan ini, penggunaan media sosial sebagai media informasi kesehatan akan terasa lebih aman dari oknum yang tidak bertanggungjawab. Selain itu, pengendalian diri berfungsi untuk mengurangi rasa khawatir, rasa cemas, rasa takut, dan rasa panik akibat dari berita hoax yang tersebar di media sosial.

Hambatan dalam menggunakan media informasi kesehatan yang dialami oleh 3 dari 5 informan ialah hambatan semantik atau bahasa, yaitu berupa istilah yang digunakan dalam situs portal kesehatan yang sulit dimengerti. Untuk 2 dari 5 informan ialah hambatan psikologis, yaitu berupa rasa khawatir, rasa cemas, dan tidak mudah percaya dengan informasi kesehatan yang tercantum pada media. Kekhawatiran tersebut berasalan untuk meminimalisir informasi kesehatan yang bersifat hoax

Penggunaan media sosial sebagai media informasi kesehatan kerap kali disalahgunakan oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggungjawab, sehingga banyak hoax mengenai informasi kesehatan yang bermunculan. Yosep Stanley selaku Ketua Dewan Pers Indonesia mengatakan bahwa informasi kesehatan yang tersebar di media sosial (whatsapp) 95% adalah hoax. Kementerian Komunikasi dan Informasi RI (2017) menguraikan lima langkah sederhana agar terhindar dari hoax, yaitu lebih berhati-hati dengan judul provokatif, cermati alamat situs, periksa fakta, cek keaslian foto atau video, dan ikut serta dengan grup diskusi anti hoax. Lalu, ada baiknya juga melaporkan hoax melalui sarana yang tersedia di masing-masing media, agar tidak semakin banyak yang termakan berita bohong. Bagi penyebar hoax akan dikenakan KUHP yakni UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline