Lihat ke Halaman Asli

[FFA] Keinginan Chika

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

No. 312, Yunita Ramadayanti Saragi

“Iiiihhh….sebel….sebel…sebel!!” Chika menghentak-hentakkan kakinya di lantai setibanya di rumah dari sekolah. Ibu yang sedang menyiapkan makan siang di meja makan pun jadi membeku dan menganga melihat tingkah laku Chika. Chika tak peduli pada gaya “freeze” Ibu dalam menatapnya. Ia malah menyampakkan tasnya ke sofa di ruang keluarga, membuka jilbabnya dengan sembarangan, menggumpal-gumpal jilbabnya hingga menyerupai bola dan melemparkannya begitu saja ke tangga yang ada di dekat TV.

Setelah beberapa menit ternganga menyaksikan Chika, Ibu menghela nafas panjang dan dengan santai kembali melanjutkan pekerjaannya menyiapkan makan siang. Beliau kini sedang menyendok sayur bayam dari dalam panci ke mangkuk untuk dihidangkan di meja makan. Tahu Ibu tak peduli Chika makin cari-cari perhatian. Dibukanya ikatan rambutnya dan digerai rambut panjangnya itu. Sambil menghempaskan diri ke sofa dan menunduk diacak-acaknya rambutnya sendiri dengan kedua tangannya sambil teriak,

“Benci…! Benci…! Benci…!” sesekali Chika melirik Ibu, tetapi Ibu tetap tenang saja dengan kegiatannya. Chika berteriak lagi,

“UUUhhh sebeeel…!!” Ibu tetap diam. Chika lantas menghentikan tingkah lakunya itu. Duduk tegak dengan rambut acak-acakan ala singanya ia bertanya pada Ibu,

“Kok Ibu ga nanya sih? Kenapa Chika sebel?”

Ibu tertawa. “Hahaha…Untuk apa? Ibu sudah tahu kok.”

“Sudah tau????” tanya Chika bingung. “Maksud Ibu?”

“Hmm, yang itu-itu saja kan masalah setiaaaap hari?” Ibu membentuk lingkaran besar dengan kedua belah tangannya di depan dada ketika mengatakan setiap hari. “Persoalan Hape kan??”

Chika menghela nafas dan menunduk, “Iya bu…Chika diejek lagi karena gak pake BB bu..” mulutnya maju-maju saat menjelaskan.

Sambil menirukan gaya temannya saat mengejek dirinya Chika berdiri dan bertolak pinggang. “Apaan tu ka? Sabun balok ya? IIIiiiiihhhh buuuu…. Gimana dong? Padahal Chika sudah berusaha untuk pede aja bu,, tapi kalau setiap hari diejek, runtuh juga iman Chika Bu.”

“Hahahaha,,, Chika..Chika..” Ibu menggeleng-gelengkan kepalanya “Kan sudah pernah Ibu jelaskan kenapa Chika tidak dikasih pake BB sama Ayah,, Lupa?”

“Iya bu,,, Chika mengerti,,,mengertiii sekali, Chika belum memerlukannya, malah bisa mengganggu Chika belajar di sekolah, cuma temen-temen Chika tuh Bu yang pada ga ngerti.. Ibu deh yang beri pengertian ke mereka!”

“Loh, loh, loh, itu tugas Chika sendiri dong, mereka kan temen Chika, bukan temen Ibu.” Ibu lantas diam sejenak dan melanjutkan “Hey, kamu ga lapar sayaangg??”

“Lapar sih bu,,” Chika cengengesan sambil memegangi perutnya yang sudah berbunyi-bunyi.

“Yaa sudah, persoalan BB ini nanti lagi kita bahas kalau Ayah sudah pulang kerja, sekarang ganti baju, sisir tu rambut yang udah kayak singa ga mandi tujuh tahun dan makan sama Ibu, cepetan ya Ibu udah lapar ni.”

“Ya bu,” sahut Chika sambil melenggang begitu saja ke lantai dua tempat kamarnya berada.

“Eittsss,, tunggu!” teriak Ibu sambil menunjuk onggokan tas dan jilbabnya yang terkulai lemas di sisi tangga. “Main tinggal aja..”

“Heheheh, Ibu inget ajaahh, hihihi, capek lo Bu,” Chika mengambil tas dan jilbab sekenanya dan menggantungkan ke bahunya lalu segera menaiki tangga satu demi satu.

“Salah sendiri kenapa tadi dilempar-lempar?”

Chika menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

*****

Sore itu sungguh cerah, matahari yang telah bergulir turun menyemburatkan cahaya jingga di tepi langit. Chika baru saja selesai mandi dan sholat ashar. Dan menghampiri kakak semata wayangnya yang tengah sibuk mengerjakan tugas di depan komputer di ruang keluarga. Clara yang sudah duduk di bangku kelas sebelas SMA, dengan serius mengetik makalah pelajaran sejarah.

“Ngapain kak?” tanya Chika berbasa-basi

“Ada apa adik sayaaaang??” Clara yang mengenali gelagat adiknya ini langsung to the point menanyakan tujuannya menghampiri kakaknya itu. Karena kalau tak ada maunya Chika sangat jarang sekali mendekati kakaknya dengan gaya basa-basi seperti itu.

“Chika lagi galau nih kak.”

“Ciyeeeeee!!! Galauu! Hhihihihihi..” Clara geli mendengar bahasa adiknya itu

“IIIIIhhhh bener Kakak, jangan ketawa dong..!!!” Chika cemberut dan langsung meneruskan kata-katanya dengan bibir monyong-monyong. “Chika lagi galau, temen-temen Chika, selalu aja mengejek Chika karena ga pake BB, Chika ga tau gimana lagi cara ngasih pengertian ke mereka kak! Katanya kalau ga pake BB Chika ga kerenlah, ga gaul lah, trus nanti ga bisa gabung dengan pertemanan mereka karena Chika kan ga bisa ikut BBM-an, nanti Chika ga punya temen dong kak!”

“Cuek aja! Lama-lama mereka juga akan capek sendiri.!” jawab Clara tanpa menghentikan ketikannya dan tetap menatap layar komputernya.

“Kakak sendiri gimana? Temen-temen kakak pada mengejek gak kalau kakak itu punya hape yang biasa-biasa aja? Apa kakak ga dijauhin temen?”

“Oooo,,,ada juga sih yang mengejek, tapi kakak diemin aja sampe mereka capek sendiri, sekarang ga ada lagi yang mengejek, biasa aja kok, dek. Dan temen kakak banyak-banyak ajah tu, ga pernah merasa diasingkan di sekolah”

“Ooo, gitu ya kak? Tapi temen-temen Chika kayaknya lebih parah deh, kayaknya mereka selalu punya tenaga tiap hari buat ngejek orang yang dianggap lebih rendah dari mereka.”

“Berdosa tuh mereka, ga boleh seperti itu. Belum tentu yang kita ejek itu lebih jelek dari kita!”

“Bener Kak! Pernah temen satu kelas Chika, namanya Yossi, dia itu kutu buku kak, terus gak suka bergaya sama sekali, mereka mengejek Yossi dengan sebutan cupu setiap melihatnya, ga taunya, waktu ada lomba Story Telling di sekolah, mereka yang mengejek itu dikalahin sama Yossi,, Yossi juara satu lo kak. Sekarang mereka malu dan ga berani lagi mengejek si Yossi.”

“Naahh…!” Clara menatap adiknya dengan penuh kasih sayang lalu melanjutkan. “Untuk menghentikan ejekan mereka, buktikan dengan prestasi yang Chika miliki. Bukan dengan merengek-rengek setiap hari minta dibelikan BB, bukan dengan benda-benda yang katanya gaul ini, benda-benda yang mahal ini. Nih, kamu lihat komputer yang sedang kakak pake ini, dulu, ini komputer model begini, uh ngetop abis! Orang yang punya ini dianggap paling keren, tapi sekarang sudah ada laptop dan teknologi perkomputeran pun meningkat, yang beginian udah ga jaman lagi, udah kuno!” Clara menyeret sebuah bangku dan menyuruh duduk adiknya dengan isyarat menepuk-nepuk kursi itu. Lantas Chika pun duduk di sebelah kakaknya. Lalu Clara melanjutkan.

“Benda-benda seperti itu tidaklah kekal dik, selalu mengalami perkembangan terus menerus, tinggal lagi, kita sebagai pengguna mesti bijak, pakailah sesuai dengan kebutuhan kita, jangan memakai sesuatu karena mengikuti model semata yang tak pernah ada habisnya itu. Kalau begitu, itu namanya kita diperbudak benda. Gak baik. Dan yang kekal itu adalah prestasi, kalau kamu tunjukkan prestasimu, sampai kapan pun kamu akan dihargai orang lain. Dan selalu rendah hatilah dan berbuat baik pasti kamu akan punya banyak temen yang lebih tulus untuk berteman denganmu, bukan karena kau punya harta atau tidak. BB itu tentu saja boleh kita miliki, tapi nanti kalau kita sudah memerlukannya. Sekarang kakak tanya, emang Chika waktu dikasi Handphone itu untuk apa?”

“Supaya kalau Chika ada di sekolah, Ayah Ibu gampang menghubungi Chika kalau ada keperluan mendadak.”

“Naaahh, hape yang ada sekarang bisa ga buat dihubungin?”

“Bisaa..”

“Lagian,,, kalau kamu punya BB,,, BB itu kan harganya mahal…. Nanti waktu kamu pulang sekolah, lalu ada orang yang berniat jahat dan bermaksud mencuri gimana? Ya kalau BB nya saja yang hilang ndak apa-apa, kalau orangnya?”

Chika bergidik, “IIIIiihhh gak deh kak,, ga maauuuuu!!!!!”

“Apanya yang ga mau?” Tiba-tiba Ayah yang baru pulang kerja sudah muncul dari belakang

Chika menoleh “Ayaaaah… Chika ga mau minta dibeliin BB lagi…!!!” jawab Chika sambil menghambur memeluk Ayahnya. Sambil berjanji di dalam hati tidak akan merengek-rengek lagi minta dibeliin BB. Chika kini mengerti pertemanan itu bukan di ukur dari harta, tapi ketulusan dalam menjalin persahabatan.

Clara menaikkan jempolnya kea rah Ayah. Ayah tersenyum penuh arti memandang Clara.

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

http://www.kompasiana.com/androgini

Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community:

https://www.facebook.com/groups/175201439229892/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline