Lihat ke Halaman Asli

Prabowo, Toleransi dan Bom

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Calon Presiden Prabowo Subianto menyesalkan aksi penyerangan kelompok berjubah terhadap Direktur Penerbit Galang Press Yogyakarta, Julianus Felicianus.

*

Penyerangan ini terjadi pada 29 Mei 2014 lalu. Sekelompok orang berpakaian gamis menyerang Jemaat Santo Fransiscus Agung Gereja Banteng, Sleman yang menggelar kebaktian di rumah Julius Felicianus. Di rumah ini, mereka mengamuk dan beberapa orang terluka karena senjata tajam dan lemparan batu.

Salah satu saksi mengatakan bahwa hal itu merupakan bentuk protes karena tempat yang digunakan adalah rumah dan bukan tempat ibadah. Sebenarnya sejak 2012 bangunan itu sudah disegel oleh pemda Sleman.

Prabowo yang menyampaikan keprihatinan itu berjanji akan menjaga toleransi jika dirinya terpilih memimpin Indonesia bersama Hatta Rajasa." Kami menyesalkan semua tindak kekerasan apalagi yang bermotif SARA. Kami harus jaga kerukunan. Kami harus jaga perdamaian. Kami tidak boleh membenarkan semua upaya yang akan menimbulkan perpecahan," kata Prabowo di Jakarta, Jumat (30/5/2014) malam.

Muara keprihatinan Prabowo karena kekerasan itu adalah bentuk “main hakim sendiri” oleh satu kelompok yang sebenarnya porsi penegak hukum.

Kekerasan Bisa Dilakukan Siapa Saja
Kekerasan sering terjadi di Indonesia. Bila kita masih ingat pada tahun 2000 terjadi serangkaian bom yang meledak di malam Natal (24 Desember). Bom itu meledak di 12 gereja di seluruh Indonesia yaitu di Jakarta, Batam, Mataram, Mojokerto, Bandung, Pangandaran dan  Pekanbaru.

Saat itu banyak tuduhan yang mengatakan bahwa kekerasan itu melibatkan Prabowo Subianto. Presiden Indonesia (waktu itu) Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mengatakan pada wawancaranya dengan Newsweek  bahwa Prabowo dan Hartono terlibat pada pengeboman ini. Ucapan itu lantas  direvisi oleh Gus Dur karena ternyata aparat menemukan bahwa pelakunya adalah jaringan Jemaah Islamiyah (JI).

Sesaat setelah wawancara itu disiarkan,  Prabowo  membantah dengan menggelar jumpapers pada pertengahan Januari 2001. Dia membantah tuduhan itu seraya mengatakan bahwa dia dididik dengan semangat toleransi. “ Sepertiga dari keluarga besar saya beragama Kristiani. Bagaimanapun saya dibesarkan dengan pemahaman toleransi yang tinggi,” katanya. Dia berkali-kali menegaskan bahwa dia sama sekali tak tahu menahu soal pemboman ini.

Keluarga Prabowo memang keluarga campuran. Ayahnya, Sumitro Djojohadikusumo dan Prabowo menganut agama Islam. Sedangkan Ibunya yang berasal dari Menado, Dora Sigar bersama kakak dan adiknya, Hadjim Djojohadikusuma adalah penganut Kristiani. Kakaknya bernama Biantiningsih menikah dengan mantan Gubernur BI, Soedradjat Djiwandono yang beragama Katolik. Kakak perempuannya yang lain yaitu Mariani menikah dengan seorang warga Perancis dan mereka non muslim.

Kembali soal kekerasan di Yogya, Prabowo menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara pluralis dan terdiri dari berbagai macam suku dan agama. Perpecahan antara kelompok  berbeda,  rentan terjadi. "Kita harus menjaga setiap warga negara agar setiap warga negara hidup dalam ketenangan dan tidak boleh ada ancaman kekerasan apapun. Negara harus berusaha sekeras mungkin untuk menegakan hukum dengan baik. Menciptakan susana kerukunan sebaik-baiknya" katanya.

Bom atau kekerasan bisa dilakukan oleh siapa saja yang tidak memahami toleransi agama, bukan karena dia punya kuasa atau senjata.  Negaralah yang berkewajiban melindungi warganya dari kekerasan itu.  Dia berjanji akan melindungi seluruh warga negara jika terpilih nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline