Memiliki buah hati setelah menikah menjadi dambaan setiap pasangan. Namun tak jarang pasangan yang sudah lama mempersiapkan kehamilan tidak kunjung dikaruniai keturunan. Infertilitas adalah gangguan kesuburan di mana istri tidak kunjung hamil setelah intens melakukan hubungan intim selama 1 tahun tanpa alat kontrasepsi. Infertilitas dapat terjadi pada salah satu atau kedua pasangan. Infertilitas dapat dialami oleh pria maupun wanita. Sehingga, jika suatu pasangan mengalami kesulitan dalam memiliki keturunan, baik istri dan suami perlu melakukan pemeriksaan.
Secara psikologis, infertilitas dapat menjadi kondisi yang sangat menekan dan mempengaruhi kesejahteraan psikologis pasangan yang mengalaminya. Kondisi ini dapat menimbulkan perasaan sedih, kecewa, dan marah pada pasangan yang tidak dapat memperoleh kehamilan. Rasa tidak subur juga dapat memicu stres dan kecemasan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kesehatan mental pasangan dan mengganggu hubungan mereka.
Pasangan yang mengalami infertilitas juga dapat merasa bersalah atau merasa bahwa mereka gagal dalam memenuhi harapan keluarga atau masyarakat. Selain itu, masalah infertilitas dapat menjadi sumber konflik dan ketegangan dalam hubungan pasangan, terutama jika salah satu pasangan merasa bahwa yang lain bertanggung jawab atas ketidaksuburan. Oleh karena itu, penting bagi pasangan yang mengalami infertilitas untuk memperhatikan aspek psikologis dan mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk mengatasi masalah ini.
Konseling psikologis dan dukungan sosial dari keluarga dan teman dapat membantu pasangan dalam menghadapi stres dan tekanan yang dihadapi akibat infertilitas. Ada beberapa cara dalam psikologi yang dapat membantu pasangan yang mengalami infertilitas, seperti:
1. Konseling:
Konseling dapat membantu pasangan untuk memahami perasaan mereka terkait dengan masalah infertilitas dan membantu mereka menemukan cara untuk mengatasi perasaan negatif seperti stres, kecemasan, depresi, dan kesedihan. Banyak hal yang dapat menyebabkan mereka menjadi stres hingga depresi, antara lain:
- Tekanan sosial dari keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitar. "Gaapa masih bisa kok, coba aja tiap hari, belum rekeki aja sekarang", itu beberapa kalimat yang sering diucapkan oleh orang sekitar pada pasangan yang mengalami infertilitas. Banyak dari keluarga atau teman-teman dari pasangan yang mengalami infertilitas ini bermaksud memberikan semangat untuk mendukung mereka, namun terkadang tidak dibarengi dengan rasa pengertian.
- Tekanan finansial terhadap mahalnya biaya perawatan untuk mengatasi Infertilitas. "Minum jamu ini, coba datang ke tempat orang itu biar dibantu", nyatanya menangani infertilitas tidak semurah membeli jamu. Keikhlasan dan kesabaran dalam menjalani setiap proses dan tahapan serta segala metode yang akan mereka jalani untuk infertilitas ini jauh lebih mahal daripada biaya inseminasi buatan, namun banyak dari mereka yang tidak mampu membayar semua metode dan tidak memiliki kesabaran cukup besar akhirnya mengalami depresi karena tekanan itu.
- Tekanan Emosional, Pasangan yang mengalami infertilitas seringkali merasa tertekan secara emosional karena mereka merasa gagal dalam memenuhi harapan untuk memiliki anak. Hal ini dapat menimbulkan perasaan sedih, marah, atau kecewa, dan dapat memicu stres yang berat.
- Kecemasan dan ketidakpastian, Pasangan yang mengalami infertilitas seringkali mengalami kecemasan dan ketidakpastian terkait dengan masa depan mereka, baik dalam hal kehidupan pribadi maupun hubungan sosial. Hal ini dapat menimbulkan stres yang berat dan mempengaruhi kualitas hidup mereka.
Konseling dapat membantu pasangan untuk memahami dan mengatasi masalah emosional yang mungkin muncul, meningkatkan keterampilan komunikasi dan dukungan, serta memberikan informasi tentang opsi perawatan medis dan alternatif lainnya. Konseling dapat membantu pasangan untuk memperoleh informasi dan dukungan yang dibutuhkan untuk mengatasi stres akibat infertilitas, meningkatkan kesehatan mental dan emosional mereka, serta membantu pasangan untuk mengeksplorasi alternatif lain dalam mencapai kehamilan.
2. Terapi Kelompok:
Terapi kelompok dapat menjadi opsi yang berguna untuk pasangan yang mengalami infertilitas, karena dapat membantu pasangan untuk terhubung dengan orang-orang yang mengalami masalah serupa dan membangun komunitas dukungan. Terapi kelompok juga dapat membantu pasangan untuk memperoleh informasi dan dukungan yang dibutuhkan untuk mengatasi stres akibat infertilitas. Terapi ini juga dapat membantu mengurangi rasa kesepian dan meningkatkan dukungan sosial kepada mereka.
3. Terapi Pasangan:
Terapi pasangan dapat membantu pasangan untuk mengatasi konflik atau ketegangan dalam hubungan mereka yang mungkin timbul akibat masalah infertilitas. Terapi pasangan dapat membantu pasangan yang mengalami infertilitas untuk meningkatkan kualitas hubungan mereka, meningkatkan komunikasi dan keintiman, serta membantu mereka mengatasi stres dan perasaan negatif yang dapat mempengaruhi hubungan mereka. Terapi pasangan dapat membantu pasangan mengembangkan keterampilan dan strategi yang diperlukan untuk menghadapi tantangan infertilitas dan memperkuat hubungan mereka.