Meski pada zaman sekarang baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam urusan mengenyam pendidikan maupun melanjutkan ke jenjang karier yang diinginkan, pada praktek ada sedikit perbedaan perlakuan bagi keduanya.
Tidak seperti laki-laki yang diwajibkan memiliki karir guna memenuhi kewajibannya sebagai tulang punggung keluarga, perempuan sering kali dihadapkan pada pilihan seperti ingin menikah atau cari keja dulu? atau bila sudah menikah apa enggak capek ngurus rumah sambil kerja? dan beragam pilihan lain yang seperti menyaratkan para perempuan untuk pilih pekerjaan atau keluarga.
Tidak jarang pula perempuan karier mendapatkan pandangan tidak begitu menyenangkan dari orang awam.
Selayaknya anggapan bila mengambil dua peran, di rumah dan di kantor, maka seseorang tidak akan bisa benar-benar bisa bersikap adil pastinya akan ada masa untuk berat sebelah.
Entah urusan kantor yang tertnda atau keabsenan dalam memberikan peran di keluarga, tidak jarang pula bila kedua sisi seimbang justu akan berbalik menyerang kesehatan dari si perempuan.
Ada beberapa anggota dalam kelompok masyarakat yang mendukung keaktifan perempuan dalam hal meraih pendidikan dan meniti karir tapi hanya selama dia belum menikah. Ada pula yang beranggapan jika perempuan yang menjadi pimpinan eksekutif dalam sebuah perusahaan lebih rentan untuk mengalami perceraian dibandingkan laki-laki dengan tingkat karier yang sempurna. Tapi jika ingin dipikirkan kembali, apakah perempuan karier itu egois?
Alasan yang paling sering dijumpai adalah terkait kebutuhan ekonomi, entah karena pendapatan pihak laki-laki yang tidak dapat memenuhi semua pengeluaran dalam waktu satu bulan hingga diperlukan adanya sumber penghasilan lainnya, tapi juga seringkali ditemui kasus tentang ketidakhadiran figur laki-laki dalam sebuah keluarga.
Para perempuan tentu berhak untuk mengambil alih peran itu, bahkan diwajibkan, agar tetap bisa bertahan di arus perkembangan dunia yang sellau bertambah cepat.
Ada juga perempuan yang memiliki semangat kerja untuk berterima kasih pada kedua orang tua yang telah menyekolahkan dirinya, membahagiakan orang tua melalui ilmu yang bermanfaat pastilah keinginan semua anak.
Hal-hal seperti ini tentunya bukanlah sesuatu yang bisa dikatakan egois. Entah laki-laki ataupun perempuan yang sering kali dicap sebagai pribadi yang egois, penulis yakin jika dibalik semua langkah yang diambil pastilah telah melakukan beberapa pertimbangan yang tidak mudah.
Dalam sila kedua Pancasila yang berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab yang mana menjadi dasar utama atas pilar kemanusiaan yang dijunjung oleh bangsa kita. Pengakuan atas persamaan derajat dan hak serta kewajiban yang bersifat asasi bukan hanya sekedar sebagai jembatan untuk perbedaan suku, keturunan, agama, kepercayaan, kedudukan sosial, dan warna kulit tetapi jauh lebih sederhana lagi, hal itu juga menjamin tentang kesetaraan baik laki-laki maupun perempuan.