Mimpi buruk itu berawal dari pertengahan Agustus lalu. Saat Premier League kembali bergulir dengan musim dan pemandangan baru. Betul, seluruh fans boleh mendatangi stadion untuk menyaksikan kesebelasan mereka berlaga. Tak terkecuali barisan penggemar Meriam London yang pasti sudah sangat rindu dengan klub yang paling mereka sayangi, satu-satunya klub pemilik piala emas. Namun seperti yang saya bilang pada dua kata pertama tulisan ini. Mimpi buruk.
Tembakan Sergi Canos di dekat tiang menjadi gol pembuka di laga itu. Satu gol lebih banyak untuk klub promosi melawan klub pemilik trofi yang sering dianggap setara dengan 20 Liga Champions. Tidak ada gol tambahan sampai aba-aba turun minum dibunyikan. Tertinggal satu gol dari klub promosi yang seharusnya tak begitu sulit untuk melakukan aksi comeback.
Babak kedua Arsenal mencoba untuk menggempur pertahanan Brentford, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Kegagalan anak asuh Mikel Arteta saat mengantisipasi lemparan bola ke dalam menyebabkan Brentford mencetak gol kedua mereka. Christian Norgaard menyundul bola masuk ke gawang Bernd Leno. Dua gol yang tidak bisa dikejar Arsenal sampai peluit panjang dibunyikan. Kekalahan pertama sebagai pembuka langkah mereka mengarungi musim baru. Tidak terlalu misuh mungkin melihat kekalahan itu, penggemar masih berpikir secara positif, barangkali para punggawa mereka masih mengira berlaga di pra-musim.
Belum bisa move on dari kekalahan memalukan di pekan pertama, Arsenal sudah dihadapkan dengan laga yang tak kalah membagongkan. Siapa saja yang membuat jadwal Premier League untuk Arsenal, saya hanya penasaran dan ingin bertanya, punya dendam kesumat apa sih kalian ini sama mantan tim Mbah Arsene Wenger ini? Tidak cukup kah dengan beberapa musim belakangan menyaksikan aksi lucu mereka menghibur kita semua? Terlalu.
Pekan kedua Arsenal menghadapi rival satu kota, Chelsea. Yang mana The Gooners selalu lantang menyuarakan slogan "London is Red." Tak berbeda jauh dengan rival mereka di tempo dulu dari kota seberang yang selalu pede bilang "Manchester is Red" tanpa tahu kondisi dan tahu diri.
Mimpi buruk itu ternyata masih berlanjut. Dua gol tanpa balas dari lawan kembali bersarang di gawang Arsenal. Pelakunya? Pemain yang namanya sudah tak asing lagi, Romelu Lukaku dan Reece James. Dua gol yang dicetak pada babak pertama dan bertahan sampai laga usai. Laga yang membenamkan Arsenal di zona degradasi dengan koefisien gol -4.
Berlanjut pada laga penutup sebelum diadakan jeda internasional. Arsenal kembali menghadapi lawan yang sungguh berat seberat beban keluarga. Jika sebelumnya mereka melawan juara bertahan Liga Champions, kini gantian mereka berhadapan dengan juara bertahan Premier League. Betul kawan-kawan, dua klub biru yang berurutan membombardir Arsenal tersebut adalah sama-sama finalis UCL di akhir musim sebelumnya. Ini kalau lah Bayern Munchen dibolehin nyebrang ke Inggris, panitia mungkin udah bikinin jadwal biar laga di pekan ke-4 adalah melawan Munchen.
Ilkay Gundogan membuka keunggulan secara cepat bagi The Sky Blue, dan lima menit kemudian Ferran Torres menggandakan kedudukan. Hanya butuh waktu 12 menit bagi City untuk menghancurkan mental seluruh pemain dan pendukung Arsenal. Tapi saya yakin kok, fans Arsenal iu mentalnya sudah teruji untuk kuat dan sabar.
Setelah Granit Xhaka diusir dari lapangan karena mendapat kartu merah, City memanfaatkan situasi dan keunggulan jumlah pemain mereka dengan terus menekan tim tamu, sampai satu gol tambahan dicetak oleh Gabriel Jesus di penghujung babak pertama. Rekap, tiga gol yang harus dikejar Arsenal jika ingin pulang mengantongi setidaknya satu poin.
Babak kedua tak kalah memilukan untuk ditonton. Bagi fans Arsenal yang saat itu mematikan televisi dan layanan streaming sejak babak kedua, atau lebih bagus lagi sejak Gundogan membuka keran gol, percayalah kawan jika keputusan kalian amat tepat. Karena di babak kedua boro-boro untuk mengejar ketertinggalan, justru dua pemain asuhan Pep Guardiola kembali mencatatkan nama mereka di papan skor.