Lihat ke Halaman Asli

Yunita Devika Damayanti

Football, Music, Books, Foods.

Hasta Siempre, A Tribute for Diego Armando Maradona

Diperbarui: 26 November 2020   17:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Instagram @maradona

Puluhan dekade silam, dalam sebuah pertandingan liga teratas salah satu negeri latin bekas jajahan Spanyol, ada seorang bocah yang belum genap berusia 16 tahun berlari masuk ke lapangan, berlaga melawan pemain Talleres de Cordoba. Tapak kakinya yang menginjak rumput dengan mengenakan jubah Argentinos Junior berhasil mengantarkan namanya sebagai pemecah rekor debutan termuda liga tertinggi Argentina. Rekor debut tersebut bertahan cukup lama, sampai akhirnya dipecahkan oleh mantan menantunya sendiri, Sergio Aguero.

Terhitung lima musim bocah tersebut mengabdikan diri di Argentinos Junior. Sebelum akhirnya raksasa Argentina, Boca Juniors tertarik meminangnya. Meski hanya bertahan semusim, dia berhasil mengantarkan Boca Juniors menjuarai Liga Argentina di tahun 1981. Bocah kecil itu bernama Diego Armando Maradona.

Namanya semakin melejit kala ada klub Catalan yang membayar transfernya sebesar 5 juta poundsterling. Ya, 5 juta untuk seukuran pemain di tahun '80an adalah nilai yang tidak main-main. Pembelian tersebut merupakan rekor transfer terbesar pada masa itu. Namun karirnya di depan publik Camp Nou tidaklah lama, puncaknya saat dia mengalami insiden keributan di laga final Copa Del Rey 1984 melawan klub kebanggaan etnis Basque, Athletic Bilbao. Dua musim membela Barcelona, terhitung Maradona sudah menyumbangkan gelar Copa Del Rey, Copa de la Liga, dan yang terakhir ada Piala Super Spanyol.

Setelah karirnya di Barca tidak berjalan terlalu mulus, Maradona hijrah ke Italia. Bersama Napoli dia menghabiskan masa emasnya dengan berseragam klub asal kota Naples. Tujuh tahun menjadi pemain Napoli, Maradona berhasil menyabet dua Scudetto, satu Coppa Italia, Piala UEFA dan terakhir ada Piala Super Italia. Berkat jasanya Napoli memutuskan untuk memensiunkan nomor punggung 10 sebagai bentuk penghargaan untuk sang legenda.

Sebelum kembali ke kampung halaman di Argentina, Sevilla menjadi pelabuhan terakhir sepanjang karirnya di tanah benua biru. Bahkan lewat unggahan instagramnya Maradona memberikan ucapan selamat kala mantan klubnya itu menjuarai Europa League akhir musim kemarin.

Memang benar adanya, tolak ukur seorang bisa disebut legenda bukanlah dari raihan trofi UCL semata. Siapa sih orang di dunia ini yang menyukai sepakbola namun tidak mengenal seorang pemilik nomor 10 yang paling ikonik?

Karirnya di timnas tak kalah menyilaukan, kala dirinya berhasil membawa Argentina juara Piala Dunia di tahun 1986. Tubuh kecilnya mampu meliuk dengan sempurna melewati enam pemain Tiga Singa sebelum akhirnya gol bersarang dengan sangat indah.

Rakyat Argentina kembali bersorak kala El Diego berhasil memanfaatkan kesalahan pemain Inggris, dari kesalahan itulah dengan entengnya Maradona merentangkan tangan melewati Peter Shelton untuk kemudian kembali menyarangkan gol ke gawang lawan.

Sebuah gol yang sampai sekarang kisahnya abadi karena ceritanya selalu diturunkan dari generasi ke generasi. Dalam buku autobiografinya yang berjudul Touched by God: How We Won the Mexico '86 World Cup, Maradona menuturkan jika gol tersebut adalah bagian dari sepakbola. Jika ditelaah memang benar juga, karena jaman itu belum ada VAR sehingga kontriversinya masih diperbincangkan hingga detik ini.

Hari ini, sang legenda telah berpulang menuju keabadian. Menyisakan sejuta cerita yang nantinya akan tetap diturunkan kepada generasi masa depan. Kisah tentang seorang pemain yang menjadi inspirasi besar lahirnya banyak penyerang mumpuni di Negeri Tango. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline