Baru-baru ini, perdagangan antar negara-negara Asia Tenggara telah berkembang sangat pesat, terutama sejak kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC), yang akan mempengaruhi integrasi ekonomi kawasan. Ada MEA diperkirakan akan meningkatkan daya saing dan menarik modal internasional. Selain itu, hal ini juga dapat memperkuat sistem keuangan masing-masing negara anggota, meningkatkan perdagangan antar negara, dan membantu negara-negara berkembang yang tertinggal. Negara-negara Asia Tenggara dapat dengan mudah membeli produk dan jasa dari satu negara karena MEA. Keuntungan tambahan dari MEA mencakup potensi peningkatan jumlah penerima kesejahteraan di Asia Tenggara dengan menciptakan lapangan kerja baru. Selain itu, hal ini dapat menutup kesenjangan pembangunan ekonomi antar negara-negara ASEAN sekaligus memperkuat ketergantungan satu sama lain. Pembatasan perdagangan biasanya akan berkurang atau hilang sama sekali. Materi Pokok Hal ini akan berdampak pada ekspor, sehingga akan meningkatkan PDB (produk domestik bruto) Indonesia.(Wuri, 2018)
Persoalan pergeseran nilai tukar mata uang asing diperburuk oleh perdagangan yang terkait dengan pembayaran antar negara yang mata uangnya juga beragam. Apabila suatu negara menggunakan sistem nilai tukar Secara bebas, nilai mata uang suatu negara rentan terhadap perubahan berdasarkan keadaan perekonomian saat itu. Seiring waktu, defisit (atau surplus) perdagangan suatu negara akan berkurang karena ekspor yang lebih tinggi dan biaya impor yang lebih tinggi yang disebabkan oleh melemahnya mata uang. Sebaliknya, mata uang yang lebih tinggi dapat membuat impor menjadi lebih terjangkau dan sangat mengurangi daya saing ekspor, sehingga dapat mengakibatkan ketidakseimbangan perdagangan. Hal ini sesuai dengan temuan penelitian Miskhin (2001) yang menunjukkan bahwa situasi neraca perdagangan suatu negara merupakan salah satu elemen yang menentukan perubahan nilai tukar. Sebaliknya, penelitian Yanxiang Gu menjelaskan bahwa ketika suatu negara menerapkan sistem nilai tukar tetap, volatilitas mata uang tersebut cenderung minimal.
Indeks keyakinan konsumen. Menyadari daya beli masyarakat yang tercermin sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia, sejauh ini konsumsi masyarakat memberikan kontribusi hingga 50% terhadap PDB. Pada september 2022, IKK terlihat optimis di angka 117,2 walaupun lebih rendah dibanding bulan sebelumnya yaitu 124,7. Hasil IKK ini cukup menggambarkan keyakinan konsumen masyarakat terhadap kenaikan harga bahan bakar belakangan ini.(Fabian et al., 2022)
inflasi di Indonesia yang saat ini sebesar 5,42%. Angka ini menurun sejak September 2022 yang masih sebesar 5,95%. Tingkat inflasi ini tidak lepas dari kenaikan harga barang dan jasa, termasuk energi dan pangan. Neraca perdagangan Indonesia telah mengalami surplus sejak 29 bulan yang lalu. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan pada September 2022 mencatatkan surplus sebesar US$ 4,99 miliar dolar AS. Meski lebih rendah dari bulan sebelumnya yaitu sebesar US$ 5,71 miliar. Namun kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia hanyalah sebesar 25%. Dari beberapa faktor di atas, pemerintah masih optimis terhadap ekonomi di Indonesia akan tumbuh. kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menyatakan pemulihan Indonesia masih sangat kuat setelah dilanda ketidakpastian oleh pandemi Covid-19. Terlebih pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III tahun 2022 saja mencapai 5,44% year on year. Meski begitu, keadaan makro ekonomi di pasar global masih kurang menyakinkan. Di sisi lain, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo, ekonomi Indonesia masih akan tumbuh 4-5% pada tahun depan. Menurut IMF, Indonesia sendiri masih berpeluang tumbuh hingga 5,3% tahun ini dan sedikit melambat menjadi 5% di tahun depan.Pertumbuhan ini masih lebih tinggi jika kita bandingkan pertumbuhan pada China dan US.
Hampir semua negara terlibat dalam perdagangan internasional di masa globalisasi ini. Perdagangan antar atau antar negara disebut sebagai perdagangan internasional, dan mencakup impor dan ekspor. perdagangan jasa dan perdagangan barang berwujud merupakan dua kategori perdagangan internasional. Akibat keterbukaan ekonomi, semua negara, termasuk Indonesia, niscaya akan terkena dampak dari keadaan dan kecenderungan perekonomian global secara keseluruhan. Menurut Dumairy, ada beberapa pengertian keseimbangan yang berkaitan dengan neraca pembayaran. Keseimbangan yang berlawanan pada elemen lain biasanya memperbaiki ketidakseimbangan pada elemen pertama. Merupakan hal yang menarik dan penting untuk meneliti dinamika sinkronisasi antar komponen, bahkan jika neraca pembayaran secara keseluruhan pada akhirnya akan seimbang. Hal ini diteliti untuk menilai kinerja suatu negara dalam hubungan ekonominya dengan pihak asing, mulai dari dinamika hingga neraca pembayaran. Dinamika ini menjadi landasan untuk menentukan apakah suatu negara mengalami surplus atau defisit dalam aktivitas ekonomi luar negeri.(Sujianto et al., 2024)
Nilai ekspor Indonesia November 2023 sebesar US$22,00 miliar, turun 0,67 persen dibandingkan ekspor Oktober 2023. Nilai ekspornya turun 8,56% dibandingkan November 2022. Ekspor nonmigas November 2023 sebesar US$20,72 miliar, turun 9,76 persen dari ekspor nonmigas November 2022 dan 0,29 persen dari Oktober 2023. Pada Januari-November 2023, total nilai ekspor Indonesia sebesar US$236,41 miliar, turun 11,83 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2022. Ekspor selain gas dan minyak mencapai US$221,96 miliar atau turun 12,47 persen. Komoditas besi dan baja senilai US$ 167,1 juta (6,82 persen) mengalami penurunan ekspor nonmigas terbesar antara November 2023 hingga Oktober 2023, sedangkan lemak dan minyak hewani dan nabati senilai US$ 159,7 juta (6,56 persen) , melihat perolehan tertinggi.(Lany, 2024)
Ekspor produk nonmigas dari industri pengolahan turun 9,70 persen secara sektoral antara Januari hingga November 2023 dibandingkan periode yang sama tahun 2022; ekspor produk pertanian, kehutanan, dan perikanan juga mengalami penurunan sebesar 10,55 persen, serta ekspor pertambangan dan produk lainnya mengalami penurunan sebesar 21,47 persen.
Tiongkok menerima ekspor nonmigas sebesar US$5,41 miliar pada November 2023, disusul India sebesar US$2,01 miliar, dan Amerika Serikat sebesar US$1,94 miliar, dengan pangsa gabungan sebesar 45,16 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (27 negara) sebesar US$1,29 miliar dan ke ASEAN sebesar US$3,78 miliar. Berdasarkan provinsi asal, Jawa Barat menyumbang 14,28 persen dari total nilai ekspor Indonesia pada Januari hingga November 2023 senilai US$33,76 miliar. Kalimantan Timur berada di urutan kedua dengan US$25,78 miliar (10,91 persen) dan Jawa Timur sebesar US$20,33 miliar (8,60 persen).