Lihat ke Halaman Asli

Rendahnya Upah UMR yang Tidak Sesuai dengan Jobdesk

Diperbarui: 16 Juni 2023   12:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Rendahnya Upah UMR yang Tidak Sesuai dengan Jobdesk

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, orang-orang tentunya melakukan sebuah pekerjaan, sehingga nantinya akan mendapatkan upah atau gaji yang dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup, baik berupa kebutuhan sandang, pangan dan papan. Namun, tidak sedikit orang yang melakukan beberapa pekerjaan sekaligus dalam waktu bersamaan. Hal itu terjadi akibat tidak terpenuhinya kebutuhan untuk melangsungkan hidup. Bahkan tidak sedikit orang dengan usia yang sudah senja dimana seharusnya ia beristirahat di rumah dan menikmati masa tuanya masih memilih untuk tetap bekerja karena masih sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Upah atau biasanya disebut sebagai gaji merupakan imbalan dengan bentuk uang yang didapat seorang pekerja dari hasil pekerjaan yang dilakukannya. Pemberian upah kepada karyawan atau pekerja tidak boleh sembarangan dan tidak boleh sewenang-wenang, hal itu harus sesuai dengan pasal 1 ayat 30 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan yang berisi "Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusana atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatam, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan." Upah yang diberikan haruslah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dan sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak tanpa adanya kecurangan seperti pengurangan nominal upah. 

Berdasarkan pasal 88B ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 yang berisi "Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan." Artinya, setiap orang yang bekerja berhak untuk menerima upah sebagai imbalan dari hasil pekerjaan yang telah dilakukannya, dan penguasa atau seseorang yang memberikan pekerjaan memiliki kewajiban yang harus dipenuhi dengan memberikan upah yang sesuai dengan yang dikerjakan dan sesuai dengan kesepakatan. Upah minimum yang berbeda di tiap wilayah memiliki maksud untuk memenuhi pencapaian kehidupan yang layak bagi setiap pekerja sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan Pasa; 89 ayat 2.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, upah merupakam sumber bagi kelangsungan hidup seseorang, karena itu upah tidak boleh diberikan dengan sewenang-wenang. Dalam pemberian upah harus dibuat perjanjian yang diketahui oleh pekerja sebelum pekerja menandatangani kontrak kerja. Perusahaan-perusahan harus menggaji karyawannya sesuai dengan aturan yang sesuai dengan aturan upah minimum karyawan. Upah minimum yang berbeda di tiap wilayah memiliki maksud untuk memenuhi pencapaian kehidupan yang layak bagi setiap pekerja sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan Pasal; 89 ayat 2. Kemudian, pada pasal 90 ayat 1 Undang-undang Ketenagakerjaan tertulis "Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 89".

Penetapan aturan telah diberikan, namun tidak sedikit perusahaan atau pemberi kerja melakukan tindakan yang tidak wajar dan melanggar aturan tersebut, misalnya seperti memotong gaji karyawannya dengan alasan yang tidak masuk akal. Adapula perusahaan atau pemberi kerja yang memberikan pekerjaan yang bukan jobdesk atau tanggung jawab dari pekerja tanpa adanya upah bonus sebagai imbalan dari pekerjaan yang telah dilakukan pekerja.Akibat dari pemberian upah yang tidak sesuai atau kurang ini, akan menyebabkan karyawan atau pekerja akan merasakan tekanan dalam memenuhi kehidupannya. 

Hal ini menyebabkan pekerja akan menimbulkan emosi yang tidak menyenangkan, rasa tidak puas akan hasil yang ia kerjakan dan merasa tidak bahagia. Apabila seorang pekerja ini adalah tulang punggung keluarga dengan jumlah keluarga yang banyak namun hanya ia yang bekerja, maka dengan pemberian gaji yang tidak sesuai ini akan menjadikan beban tambahan kepadanya. Pekerja ini akan tidak puas terhadap gajinya, sehingga ia akan mencari pekerjaan tambahan. Dengan mencari dan mendapatkan pekerjaan sampingan ini, akan dapat memberikan tekanan yang lebih besar terhadap mental dan kesehatan pekerja.

Pelanggaran yang dilakukan perusahaan terhadap gaji pekerja tidak dapat dianggap remeh. Karena selain mengganggu kesejahteraan hidup pekerja, hal ini dapat meningkatkan jumlah kemiskinan negara apabila pekerja tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Kemudian apabila hal tersebut terjadi, maka tindakan-tindakan criminal akan semakin meningkat dan menjadikan negara yang rawan kejahatan. Apabila seorang karyawan mengalami hal ini, maka karyawan dapat melakukan perundingan bipartit, sebagaimana sesuai dalam Pasal 1 ayat 10 Undang-undnag No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesain Perselisihan yaitu perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam perusahaan dengan tetap menekankan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat secara kekeluargaan dan keterbukaan. Namun, apabila dalam 30 hari setelah perundingan tidak terjadi kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan berkas mengenai perselisihan yang dialami kepada instansi yang bertanggung jawab pada bidang ketenagakerjaan. 

Apabila telah melakukan perundingan bipartite dan konsultasi hukum tetap tidak membuahkan hasil apapun, maka salah satu pihak dapat mengajukan perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Jika sebuah perusahaan tidak memberikan gaji atau upah kepada pekerjanya sesuai denga kontrak kerja di awal, maka karyawan dapat menuntut perusahaan sesuai dengan Pasal 186 Ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang berbunyi "Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana maksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)". Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan evaluasi atau pengecekan mengenai kesejahteraan pekerja perusahaan secara berkala guna menanggulangi terjadinya kecurangan dalam pemberian gaji dari perusahaan kepada pekerja.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline