Lihat ke Halaman Asli

Yunita Sabardi

Sedang belajar menulis, jika tulisanku absurd memang benar adanya :) terimakasih telah dikritik tapi sebenarnya tak siap.he3

Tjiptadinata Effendi dan Roselina, Sosok Inspiratif Sarat Pelajaran Hidup Berharga

Diperbarui: 11 Januari 2021   09:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dok. Bapak Tjiptadinata

Kalau tidak dicoba sudah pasti 100% gagal tetapi berani mencoba membuat peluang untuk kesuksesan

Ketika membaca artikel Bapak Tjiptadinata pada tanggal 31 Desember 2020 dengan judul "Ucapan Terimakasih Kepada 150 Kompasianer" ada harapan kecil terselip dalam diri ini. Mungkinkah saya yang hanya penulis pemula di kompasiana, penulis modal nekad, kompasianer dengan follower seuprit dan baru menulis kurang dari 20 artikel di kompasiana dalam kurun waktu satu tahun ini dengan pencapaian viewers yang tidak seberapa, artikelnya dapat bersanding dengan kompasianer yang sudah mumpuni dalam buku yang di prakarsai oleh Pak Tjiptadinata?

Sadar diri lebih tepatnya. Tapi pada akhirnya harus dicoba. Kalau tidak dicoba sudah pasti 100% gagal tetapi berani mencoba membuat peluang untuk kesuksesan. Kalimat buat ngadem-ngademi diri sendiri agar tidak menyerah sebelum melangkah.

Kemudian sebelum meneruskan tulisan ini, saya berkirim whatsapp kepada Pak Tjiptadinata karena keragu-raguan saya apakah boleh kompasianer pemula ikut berkontribusi dalam buku tersebut. Pak Tjip membalas dengan kalimat yang membuat saya lega sekaligus bersemangat karena punya harapan baru.

Tangkapan layar chat whatsaap. Dokpri


Pasangan yang Rendah Hati Menginspirasi Saya Untuk Giat Menulis Artikel


Usia lanjut tidak menghalangi seseorang untuk menulis. Tentu saja tulisan yang banyak mengandung pesan moral. 

Perasaan senang ketika artikel yang tayang di rate oleh sesama kompasianer bahkan diberi komentar, berlaku bagi saya barangkali juga bagi kompasianer yang lain.

Desember 2020 ketika saya mulai lagi menulis di kompasiana setelah 10 bulan lamanya berhenti menulis karena ide yang mandeg, kering inspirasi, kejenuhan, merasa tak banyak waktu, saya yang terlalu banyak alasan padahal saat itu baru memulai dua bulan di kompasiana. 

Saya mempunyai semangat lagi untuk lebih giat menulis saat Bapak Tjiptadinata dan istrinya Ibu Roselina menyapa saya pada kolom komentar di salah satu artikel saya sehingga membuat saya blog walking ke artikel beliau. Kesan pertama saya saat itu, penulis senior, Maestro di Kompasiana, Kompasiana of The Year 2014 yang rendah hati.

Bapak Tjiptadinata lahir di Padang, 21 Mei 1943. Usia Beliau 78 tahun di tahun 2021 ini. Hampir sama dengan usia almarhum Bapak saya. Namun sangat konsisten dalam menulis. Ini menjadi cambuk bagi saya, usia saya sekarang setengah dari usia beliau tapi semangat dalam menulis masih kerupuk yang kalau dibiarkan saja bisa-bisa melempem.

Dari Beliau saya belajar bahwa usia lanjut tidak menghalangi seseorang untuk menulis. Tentu saja tulisan yang banyak mengandung pesan moral seperti di artikel Bapak Tjip yang berjudul "Menulis adalah Jalan untuk Tidak Melupakan Pelajaran Hidup". Menulis dengan baik yang berarti jangan pernah merugikan orang lain, menulis sebagai sarana untuk mengulangi pelajaran hidup seperti petuah beliau 'agar kita jangan sampai menjadi seperti kacang lupa sama kulitnya' sebagai contoh yang disebutkan Pak Tjip dalam artikel tersebut

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline