Lihat ke Halaman Asli

Pelajaran Hidup

Diperbarui: 30 November 2015   18:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini adalah hari yang luar biasa untukku, aku dipanggil wawancara di perusahaan multinasional impianku. Perusahaan tersebut menyediakan segala keperluanku seperti tiket pesawat pulang-pergi, akomodasi serta uang pegangan. Aku memasuki pesawat kemudian menuju tempat duduk yang sesuai dengan yang tertulis pada tiketku. Aku sempat bingung ketika aku melihat seorang wanita yang kurang menarik duduk di tempat yang seharusnya menjadi milikku selama perjalanan udara ini. Aku malas berbicara padanya sehingga aku menyuruh salah seorang pramugari untuk mengingatkannya. Dia memandangku dengan bingung kemudian dia melihat ke tiketnya kemudian mengerti maksud perkataan pramugari dan tentunya maksudku. Dia kemudian pindah ke tempat duduk yang disebelahnya, kemudian mempersilahkanku dengan sopan. Sekilas aku menatap matanya, merah. Mungkin dia habis menanggis, tapi apa perduliku?

Selepas kepergian pramugari, dia meminta pertukaran bangku dengan sopan dan dengan suara yang serak. Benar dia habis menangis. Aku memang beruntung mendapat tempat duduk di dekat jendela pesawat dan aku memang menyukai untuk duduk disana sehingga aku menolaknya tetapi dengan cara yang kasar yaitu dengan mengabaikannya.

Terakhir aku naik pesawat, aku punya mimpi yang sangat banyak. Aku meneguhkan hatiku untuk bisa mencapai cita-citaku.” Katanya masih dengan suara serak.

Aku meliriknya sebentar, dari dekat, aku bisa melihat lingkaran hitam matanya serta wajahnya yang pucat. Dia mempunyai kulit putih yang bagus tetapi dia tidak merawatnya tampak banyak bekas luka yang menghitam di beberapa bagian kulit tangannya. Badannya lumayan gemuk dan terdapat banyak gelambir di beberapa bagian tubuhnya, tepat, dia tidak menarik ! batinku kemudian setelah aku melayangkan wajahku kembali ke jendela pesawat untuk melihat pemandangan dibawah pesawat.

Kau  tahu, aku memperjuangkan cita-citaku dengan segala upaya yang kumiliki. Aku mengerjakan segala sesuatunya untuk mencapai kesuksesan. “ lanjutnya

Aku masih tetap mengabaikannya

sampai aku lupa untuk apa pergi dari kampung. Aku hanya memikirkan diriku sendiri. Aku tidak mau pulang ketika ibu memintaku pulang karena rindu. Aku tidak mau pulang ketika ayah mau menjodohkanku. Aku tidak pulang ketika kakak memintaku pulang karena dia mau menikah. Aku tidak mau pulang ketika adikku memintaku pulang karena dia mau perayaan ulang tahun ketujuhbelasnya dihadiri oleh keluarga inti yang lengkap. Aku tidak mau pulang karena aku merasa aku belum sukses pada saat itu

Aku masih tetap mengabaikannya tetapi kali dengan cara membaca majalah yang disediakan. Caraku sedikit ampuh karena dia terdiam untuk beberapa saat.

Kau tahu, aku adalah seorang perempuan egois. Aku harusnya yang menghibur ibuku, aku yang harusnya membujuk ayahku, aku harusnya menasehati kakakku dan aku harusnya aku meyayangi adikku. Aku harusnya yang merawat keutuhan keluargaku.

Kali ini, aku terenyuh. Tapi sebisa diri menahan untuk bertanya kepadanya

kau tahu mengapa aku pulang kemarin? Aku mendengar kabar Ayah menikah lagi dengan perempuan lain. Aku juga mendengar kabar Kakakku masuk penjara karena Judi. Aku juga mendengar kabar Adikku pengguna narkoba. Tapi aku tidak mendengar kabar dari ibuku.. Ya aku pulang untuk melihat langsung kabar yang aku dengar dan mencari kabar mengenai ibuku?” kali ini dia menangis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline