Lihat ke Halaman Asli

Yuni Pratiwi

Mahasiswa

Analisis Kasus Korupsi Bansos Covid-19 yang Menjerat Juliari

Diperbarui: 24 November 2022   15:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tanggal 6 Desember 2020, KPK memutuskan Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara menjadi tersangka perkara dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19 buat wilayah Jabodetabek tahun 2020. Setelah ditetapkan menjadi tersangka, pada malam harinya Juliari menyerahkan diri ke  KPK. KPK juga memutuskan Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian I M dan Harry Sidabuke sebagai tersangka. Juliari menjadi menteri sosial saat itu menunjuk Matheus serta Adi menjadi Pejabat penghasil Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tadi dengan cara penunjukkan langsung para relasi serta diduga disepakati ditetapkan adanya fee berasal tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para relasi kepada Kemensos melalui Matheus. Pada setiap paket bansos, fee yang disepakati oleh Matheus dan Adi sebanyak Rp 10.000 per paket sembako yang awalnya Rp 300.000 per paket bansos. Mei sampai November 2020, Matheus dan Adi membentuk kontrak kerja menggunakan beberapa suplier menjadi relasi yang pada antaranya Ardian I M serta Harry Sidabuke dan juga PT RPI yang diduga milik Matheus. 

Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai Matheus pada Juliari melalui Adi. Dari jumlah tersebut, diduga total suap yang telah diterima Juliari sebanyak Rp 8,2 miliar. Uang tadi selanjutnya dikelola Eko serta Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar banyak sekali keperluan eksklusif Juliari. lalu pada periode ke 2 pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee berasal Oktober sampai Desember 2020 kurang lebih Rp 8,8 miliar. Uang tersebut diduga digunakan Juliari untuk keperluan eksklusif. Divonis 12 tahun penjara Juliari divonis 12 tahun penjara serta hukuman Rp 500 juta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (23/8/2021). 

Majelis hakim memutuskan Juliari terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI nomor 31 Tahun 1999 perihal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU RI nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, hakim pula menjatuhkan pidana tambahan buat membayar uang pengganti sejumlah Rp 14.590.450.000 atau lebih kurang Rp 14,59 miliar. Apabila tidak diganti, bisa diganti pidana penjara selama 2 tahun. Hak politik terhadap Juliari pun dicabut hakim selama empat tahun. 

Hakim menilai perbuatan Juliari dilakukan pada saat pendemi covid-19. Juliari belum pernah dijatuhi pidana. beliau juga telah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh rakyat. Hakim juga menilai Juliari sudah divonis masyarakat sudah bersalah padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum permanen. Selama persidangan sekitar 4 bulan Juliari hadir dengan tertib. Juliari dan kuasa hukumnya Maqdir Ismail pikir-pikir terlebih dahulu atas vonis tersebut. "Kami sudah sempat berdiskusi sedikit menggunakan terdakwa, buat menentukan perilaku kami akan coba mengambil perilaku terlebih dahulu untuk pikir-pikir yang mulia," ujar Maqdir Ismail. Vonis ini lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa KPK. 

Sebelumnya, Juliari dituntut 11 tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan Jaksa KPK. Selain itu, Juliari juga dituntut pidana pengganti sebesar Rp 14,5 miliar serta hak politiknya dicabut selama empat tahun. dalam tuntutannya, jaksa menyebut mantan Mensos ini memerintahkan dua anak buahnya, yaitu Matheus Joko dan Adi Wahyono, buat meminta fee Rp 10.000 tiap paket bansos Covid-19 dari perusahaan penyedia.

Kaidah aturan yang terkait dengan korupsi bansos covid-19 Juliari menggunakan pendekatan normatif sinkron dengan undang undang dan hukum yang berlaku Norma-norma hukum yang terkait dengan kasus yang menjerat Juliari menggunakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Aturan-aturan hukum yang terkait dengan kasus Hukum Ekonomi Syariah
1.Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945;
2.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
3.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
4.Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU ini mengatur tentang: Beberapa ketentuan dan penjelasan pasal dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diubah sebagai berikut:
1.Pasal 2 ayat (2) substansi tetap, penjelasan pasal diubah sehingga rumusannya sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal Demi Pasal angka 1 Undang-undang ini;
2.Ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, rumusannya diubah dengan tidak mengacu pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tetapi langsung menyebutkan unsur-unsur yang terdapat dalam masing-masing pasal Kitab Undang- undang Hukum Pidana yang diacu;
3.Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 3 (tiga) pasal baru yakni Pasal 12 A, Pasal 12 B, dan Pasal 12 C;
4.Di antara Pasal 26 dan Pasal 27 disisipkan 1 (satu) pasal baru menjadi Pasal 26 A;
5.Pasal 37 dipecah menjadi 2 (dua) pasal yakni menjadi Pasal 37 dan Pasal 37 A;
6.Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 ditambahkan 3 (tiga) pasal baru yakni Pasal 38 A, Pasal 38 B, dan Pasal 38 C;
7.Di antara Bab VI dan Bab VII ditambah bab baru yakni Bab VI A mengenai Ketentuan Peralihan yang berisi 1 (satu) pasal, yakni Pasal 43 A yang diletakkan di antara Pasal 43 dan Pasal 44;
8.Dalam BAB VII sebelum Pasal 44 ditambah 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 43 B.
Pandangan aturan positif tentang perkara korupsi yang dilakukan oleh Juliari harus di aturan sesuai menggunakan hukum yang berlaku sesuai perundang undangan. Hal ini dikarenakan Juliari melakukan tindak pidana yang merugikan negara. Sedangkan menurut pandangan Sociological Jurisprudence kasus korupsi yang dilakukan Juliari merugikan rakyat. Dikarenakan dana donasi yang harusnya didapatkan warga secara penuh tetapi harus pada potong oleh Juliari.

Referensi:
https://nasional.kompas.com/read/2021/08/23/18010551/awal-mula-kasus-korupsi-bansos-covid-19-yang-menjerat-juliari-hingga-divonis
https://nasional.tempo.co/read/1619783/kronologi-korupsi-bansos-juliari-batubara-nomor-6-vonis-diringankan-karena-dihujat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline