Lihat ke Halaman Asli

Panen Mudik “Oknum” Lebaran (Perbandingan Pelabuhan Tanjung Kalian dan Tanjung Api-Api)

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14073426001727073357

PANEN MUDIK “OKNUM” LEBARAN

(Perbandingan Pelabuhan Tanjung Kalian dan Tanjung Api-Api)

Jum’at 25 Juli 2014, kami sekeluarga dengan istri dan 3 orang anak mudik lebaran ke Palembang menggunakan kendaraan roda empat (mobil) yang dinaikkan dengan Kapal Ferry melalui Pelabuhan Tanjung Kalian Mentok Kabupaten Bangka Barat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan kemudian Sabtu, 2 Agustus 2014 kami kembali ke Pulau Bangka melalui Pelabuhan Tanjung Api-Api Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan.

Ada hal menarik dan menjadi momen tak terlupakan suasana mudik lebaran melalui 2 pelabuhan tersebut, Pelabuhan Tanjung Kalian (di Mentok Kabupaten Bangka Barat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung) yang dikelola oleh ASDP Indonesia Ferry (Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan) dan Pelabuhan Tanjung Api-Api (di Tanjung Api-Api Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan) yang dikelola oleh Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan. Momen menarik mudik lebaran melalui 2 pelabuhan ini tentunya sangat jauh berbeda dengan hari-hari biasanya.

Suasana penuh sesakpun tak terelakkan dan menjadi pemandangan unik dan butuh perjuangan, apalagi tatkala antri kendaraan bermotor roda dua maupun khususnya kendaraan roda empat atau lebih (mobil)  yang bisa menciptakan antrian panjang hingga beratus-ratus unit mobil yang akan menyeberang ke tempat tujuan, baik itu ke Palembang maupun ke Pulau Bangka.

Pada Jum’at 25 Juli 2014, kami tiba berangkat dari rumah di Sungailiat Bangka Pukul 22.30 WIB dan tiba di Pelabuhan Tanjung Kalian Muntok 01.00 WIB. Ternyata antrian panjang telah terjadi hingga di luar pintu masuk gerbang pelabuhan sehingga kamipun akhirnya harus turut antri bersama kendaraan lainnya. Singkat cerita kami harus antri dari pukul 01.00 WIB hingga pukul 23.30 WIB yang pada akhirnya kami baru bisa menikmati suasana berada di dalam kapal Ferry sesuai giliran kami bersama mobil yang kami miliki untuk melanjutkan pelayaran ke Pelabuhan Tanjung Api-Api dan menuju Kota Palembang. Wowww…

Demikian pula pada Sabtu 2 Agustus 2014 saat akan pulang kembali dari Kota Palembang ke Pulau Bangka, kami berangkat dari rumah di Palembang pukul 07.30 WIB dengan kecepatan tinggi bermodalkan hapal kondisi jalanan dan badan yang prima menuju Pelabuhan Tanjung Api-Api dan tiba pukul 08.30 WIB. Sebuah kecepatan yang luar biasa yang seharusnya secara normal hanya bisa ditempuh hingga 3 jam lebih mengingat kondisi jalanan yang sangat rusak parah. Ternyata kondisi antrian panjangpun tak terelakkan hingga di luar pintu masuk gerbang pelabuhan. Singkat cerita pun kami antri dari pukul 08.30 WIB hingga pukul 20.00 WIB yang akhirnya kami juga bisa menikmati pelayaran pulang kembali ke Pulau Bangka selanjutnya menuju Kota Sungailiat Bangka.

PELABUHAN TANJUNG KALIAN MENTOK KAB. BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Jumat 25 Juli 2014 (H-3)…

14073426801345824415

Jalan menuju Pelabuhan Tanjung Kalian Mentok Kabupaten Bangka Barat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dari rumah kami di Kota Sungailiat hampir 99,99% mulus dengan kondisi jalan aspal “hot mix” apalagi dilakukan pada tengah malam tentunya sangat lancer luncur dan memakan waktu yang sangat singkat tiba di pelabuhan meskipun akhirnya harus antri sesuai urutan kendaraan.

Ratusan mobil berjejer di luar dan di dalam pelabuhan dan kamipun harus antri sejak pukul 01.00 WIB hingga pukul 23.30 WIB. Hal yang menarik selama hampir 24 jam antri di pelabuhan ini kami disuguhi dengan wajah-wajah letih para pemudik karena tak sedikit juga mobil pemudik yang telah 2 hari antri di sana seperti halnya kami.

Selama antri, acungan jempol kami berikan kepada jajaran Kepolisian Polda Kep. Bangka Belitung, khususnya Anggota Kepolisian Polres Bangka Barat yang terlihat turut serta mengatur tertibnya antrian pemudik dengan mengurutkan antrian sesuai urutan kedatangan kendaraan bahkan sang Kapolres Bangka Baratpun turut serta mengatur meskipun suasana panas terik di saat bulan suci Ramadhan (puasa). Alhasil tak satupun keributan terjadi selama hampir 24 jam kami antri seperti suasana 2 tahun yang lalu (2012) karena adanya oknum aparat penegak hokum bekerja sama dengan pihak pelabuhan menaikkan kendaraan tanpa prosedur antri yang sebenarnya. Tahun 2014 ini antrian kendaraan tertib dan lancar tanpa ada satupun kendaraan yang “menyalip’ melalui perantara tersebut hingga tengah malam maupun menjelang subuh kembali.

Pelabuhan Tanjung Kalian Mentok ini tidaklah besar dibandingkan Pelabuhan Tanjung Api-Api apalagi bila dibandingkan dengan Pelabuhan Bakauheni Lampung maupun Pelabuhan Merak Cilegon Banten. Namun jelas terlihat banyak perubahan yang signifikan dalam menata teknis antrian kendaraan bahkan fasilitas di dalam ruang tunggu pelabuhan dengan adanya ruangan ber-AC dan toilet yang diurus oleh petugasnya secara berantai serta selalu tersedianya air untuk kebutuhan MCK di toilet tersebut meski airnya tak sejernih air kemasan isi ulang dan gratis meski tersedia “kotak amal” di depannya tanpa paksaan dan tarif.

Pemudik kendaraan roda dua (sepeda motor) dimanjakan dengan tenda besar sebagai tempat berteduh agar motor dan orangnya tak terpanggang kepanasan langsung oleh terik matahari, posko bersama tempat pelayanan pemudik tersedia tepat di samping antrian dan diisi oleh Angota Kepolisian Polres Bangka Barat dan Dinas Perhubungan Kab. Bangka Barat serta pihak pelabuhan (ASDP) serta lainnya bahkan menyediakan jasa layanan pembuatan surat jalan gratis bagi pemudik secara langsung.

Selama antrian hampir 24 jam tersebut tak sedikitpun rasa was-was adanya pelaku premanisme di sekitar pelabuhan bahkan tak satupun pemungutan biaya illegal (pungli-pungutan liar) kecuali harga tiket sebesar Rp. 577.000,- per unit mobil (termasuk 5 orang penumpang), selanjutnya di kapal diminta donasi Rp. 10ribu untuk jasa pengaturan penyusunan mobil di kapal, tak apalah yang penting mobil kami tak rusak atau tergores.

PELABUHAN TANJUNG API-API KAB. BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN

Sabtu 2 Agustus 2014 (H+5)…

1407342759156212515

Jalan dari rumah kami di Kota Palembang (Tangga Buntung) melewat jalur dua jalan Musi II lumayan sangat lancer dengan aspal “hot mix” meski sesekali berpapasan dengan jalan yang berlubang kecil karena maklumlah Jalur Lintas Sumatera. Namun apa yang terjadi setelah melewati jalur Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II Kota Palembang, tepatnya jalan menuju Pelabuhan Tanjung Api-Api Kab. Banyuasin ternyata hampir 80 persen lebih jalannya rusak parah dan berlubang yang dalam. Jalan tersebut berupa jalan aspal dan jalan yang dibuat dari semen cor yang banyak terbelah laksana habis dilanda gempa bumi dengan ratakan yang membentuk patahan lobang yang dalam dan berdebu serta becek saat hujan lebat. Alkisah ternyata kerusakan itu lebih banyak disebabkan oleh faktor tekstur tanah dan banyaknya kendaraan bertonase tinggi seperti mobil pengangkut batu bara dan kayu serta mobil berat lainnya.

Meski kondisi jalan yang rusak tersebut tak menyurutkan langkahku memacu kendaraan kecil kami dengan kecepatan tinggi bahkan bisa menyalip puluhan kendaraan besar dan canggih lainnya dengan hanya bermodalkan nekat dan pengalaman telah 3 kali melewati jalan tersebut serta ingin cepat sampai di pelabuhan agar terhindar dari antrian yang panjang. Ternyata panjang antrian saat kami tiba pukul 08.30 WIB di pelabuhan telah cukup panjang hingga di luar pintu masuk gerbang Pelabuhan Tanjung Api-Api. Kami antri hingga panas terik dan tiba momen dipersilakan jalan masuk menuju gerbang pelabuhan yang akhirnya disambut oleh oknum “preman” masyarakat yang diketahui oleh petugas di pelabuhan (Anggota/Pegawai Dishub Prov. Sumsel) mendatangi satu persatu mobil yang antri dan meminta “uang parkir” sebesar Rp. 5 ribu per mobil tanpa diberikan tanda bukti penerimaan (karcis). Selama berjejer di antrian luar gerbang aku melihat beberapa mobil dengan membawa penumpang “dapat masuk” dengan leluasa tanpa antri dan tak kunjung keluar kembali.

Di pintu gerbang tak sengaja kulihat 3 pasang muda-mudi dengan 3 sepeda motor akan masuk ke pelabuhan dengan maksud hanya ingin jalan-jalan ke dalam pelabuhan, rupanya mereka berasal dari daerah Jalur – Banyuasin dan diperboehkan masuk dengan dimintai uang “Pass Pelabuhan” sebesar Rp. 5 ribu per unit oleh oknum petugas Dishub Prov Sumsel yang berwajah gelap mirip dengan kulitku dan berbadan kurus, juga mirip denganku tapi kepalanya tak botak seperti aku. Aku ingat dengan oknum petugas ini saat bulan Mei lalu kami diminta uang Rp. 750.000,- agar dapat naik kapal, jika tidak maka kami harus menunggu esok hari, padahal tiket resmi kapal seharga Rp. 577.000,- (ahhh… sudahlah, itu 2 bulan yang lalu). Tiga pasang muda mudi tadi menyerahkan uang masing-masing Rp 5 ribu untuk biaya masuk pelabuhan namun ternyata tanpa diberikan tanda bukti penerimaan (karcis/tiket masuk). Hmm… Pikirku lumayan juga nih tas si oknum petugas Dishub satu ini meski kelihatannya dia hanyalah seorang "keroco" yang didampingi juga oleh pegawai Dishub lainnya yang terlihat agak senior.

Kami masuk gerbang dan membeli tiket kapal seharga Rp. 577.000,- (resmi) saat siang hari dan mulai antri. Selama antri kulihat banyak “mobil asing” yang menyalip masuk dengan didampingi dan atau diarahkan oleh oknum petugas pelabuhan pada posisi tertentu. Ternyata orang-orang pemilik mobil asing tersebut adalah keluarga/sanak family dari beberapa pegawai di pelabuhan serta oknum aparat hingga keparat berseragam tertentu melenggang masuk melalui jalur khusus yang telah ditentukan. Akupun tak tahu apakah mereka menggunakan tiket kapal dengan tarif resmi ataukah “tarif khusus”.

Di ruang tunggu Pelabuhan Tanjung Api-Api sangat jauh berbeda besarnya dibandingkan ruang tunggu di Pelabuhan Tanjung Kalian namun sayangnya tak kami temui ruangan ber-AC seperti halnya di tanjung Kalian serta toiletnya yang tak terawat dengan baik kebersihannya bahkan air untuk MCK bahkan berwudhupun sangat minim sekali dan tak sedikit lubang kloset wc yang kutemukan berlumuran kotoran orang yang tak disiram. Menyedihkan…

Memasuki masa antrian sempat berkali-kali terjadi cekcok mulut dan keributan antara pemudik dan petugas pelabuhan (pegawai Dishub) karena ternyata banyak sekali didapati petugas tersebut memasukkan mobil tak sesuai dengan nomor urut antrian sebagaimana mestinya dan sayangnya pegawai tersebut hanyalah seorang petugas yang bekerja sesuai instruksi atasannya meskipun tak satupun atasannya atau pegawai senior yang turut serta memberikan penjelasan yang baik kepada pemudik dan sebagai catatan, selama di dalam pelabuhan saat kami antri tak satupun terlihat anggota kepolisian setempat yang turut membantu mengatur kelancaran antrian bahkan melerai keributan yang terjadi. Kenapa, ya???

Akhirnya setelah hampir 12 jam antri kamipun akan masuk kapal dan dimintai uang pass pelabuhan untuk donasi jasa mengatur mobil selama di dalam kapal secara baik sebesar Rp. 10 ribu seperti halnya di Tanjung Kalian, tak apalah… Eh, ternyata masih ada lagi petugas di dalam kapal minta “uang ganjal mobil” sebesar Rp. 5 ribu. Sedekah lagi…

Ternyata perjalanan mudik melalui Pelabuhan Tanjung Api-Api tak hanya habis cerita hingga di ceritaku saj, rupanya tatkala menjelang tengah malam keadaan di dalam pelabuhanpun semakin menggila dan terang-terangan dilakukan oleh petugas pelabuhan dengan berseragam Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan, dengan alasan tiket habis dan pelayaran kapal hanya bisa dilakukan esok hari, petugas pelabuhan mendatangi pemudik dengan menawarkan jasa Rp. 650.000,- hingga Rp. 750.000,- dengan jaminan bahwa pemudik dapat diberangkatkan dengan kapal yang ada saat tengah malam tersebut meski tiket telah habis dengan dicatat plat nomor kendaraan dan jumlah penumpang pada sebuah buku saja.

Transaksi pun berjalan dengan “ancaman” bila tak sepakat dengan harga yang ditawarkan maka pemudik hanya akan diberangkatkan esok hari secara resmi dengan “jatah” tiket esok hari pula. Alasan lain dari petugaspun sperti telah direncanakan sebagaimana tengah malam sebelumnya dengan alasan mereka telah capek mengurusi keberangkatan pemudik sejak pagi dan anggaplah sebagai uang lelah dan pengganti rokok meski harga tiket normal secara resmi adalah Rp. 577.000,-. Dalam keadaaan ini pemudik penuh dalam dilema dan tekanan ditambah lagi situasi pelabuhan yang tidak terlalu kondusif karena dibayangi ketakutan adanya premanisme di sana, apalagi tak satupun terlihat petugas kepolisian turut menjaga situasi keamanan di dalam pelabuhan, maka tak ada pilihan lain kecuali “terpaksa membeli tiket” yang melambung tinpgi tanpa bukti pembayaran tiket resmi diberikan oleh petugas tersebut.

Bagaimana bila terjadi kecelakaan selama pelayaran?

Kemana uang tiket tersebut akan berlabuh?

Apakah uang tersebut akan disetorkan untuk pemasukan Negara?

Apakah Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan termasuk Kepala Pelabuhan Tanjung Api-Api tahu hal seperti ini selalu saja terjadi tatkala momen mudik lebaran hingga timbul anggapan “Panen Mudik (Oknum) Lebaran”…???

Kenapa tidak ada terlihat keterlibatan pihak kepolisian dalam pengamanan di pelabuhan ini?

14073428971985962438



Semoga saja Gubernur Sumatera Selatan, Bapak H. Alex Noerdin dan aparat terkait lainnya membaca tulisanku berdasarkan data dan fakta yang kualami serta berani kupertanggungjawabkan ini. Semoga pelayanan publik dalam jenis apapun semakin lebih baik di Negeriku, Indonesia tercinta ini.

Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1435 Hijriah, Mohon Maaf Lahir dan Bathin….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline