Lihat ke Halaman Asli

Unique Susetyo

Ibu rumah tangga, pemerhati semesta

Gemas Membaca Tulisan

Diperbarui: 14 April 2020   00:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Halo, Kompasianer. Saya minta izin muncul lagi di sini setelah sekian lama hibernasi. Saya mau bercerita tentang gemasnya membaca tulisan yang cukup mengusik perhatian. Kenapa gemas? Langsung ke pokok perhatiannya ya. Tulisan yang saya sebut menggemaskan ini karena penulisnya tidak bisa membedakan mana 'di' yang dipisah dan 'di' yang digabung. Sereceh itu, Saudara. Silakan menilai tulisan saya kali ini sinis, menyindir, cari-cari kesalahan orang, dll. Menyindir kan bisa juga dilakukan dengan elegan seperti ini (kayak sendirinya tidak pernah salah aja). Kalau Anda merasa tersindir ya mari belajar lagi. Saya juga masih belajar. Hehehe..

Masa #stayathome macam sekarang ini penyampaian pesan lisan saat bertemu langsung banyak beralih ke pesan tulisan. Tadinya bicara langsung di tempat kerja, sekolah, dan tempat ibadah, kini jadi di rumah saja mengandalkan sarana komunikasi. Pesan tetap disampaikan tapi tidak dengan bicara langsung dalam tatap muka.

Dibandingkan tulisan di media informasi yang tentunya melewati editing yang ketat tulisan kaum awam akan terlihat berbeda. Tulisan di koran atau majalah sudah diperiksa editor dan mungkin juga dipermak supaya enak dibaca. Tulisan yang beredar di grup tertutup atau terbatas untuk kalangan sendiri pasti tidak seribet itu. Saya suka gemes lihat pesan di aplikasi whatsapp yang sulit dimengerti. Yang 'nya' diganti 'x' lah. Yang tanda titik '.' diganti berderet koma ',' lah. Kayak semua orang itu dianggap semacam ahli nujum yang langsung mengerti isi pesan Anda.

Tidak hanya di ponsel, di luar sana juga banyak tulisan yang sukses bikin risih mata. Contohnya waktu di jalan membaca tulisan 'rumah dikontrakan'. Tahu dimana salahnya? Kalau belum tahu silakan lakukan riset kecil-kecilan sendiri.

Padahal kita lahir dan besar di Indonesia. Sejak kecil belajar bahasa Indonesia. Kalaupun lupa atau belum mengerti tinggal lihat lagi pedoman. Kalau tidak punya buku pedoman tinggal cari di web yang bisa diandalkan. Banyak cara asal mau berusaha.

Itu baru soal 'di' dipisah atau digabung ya. Belum lagi kalau melihat struktur kalimat. Mana subyek, predikat, dan obyek. Mana induk kalimat, mana anak kalimat. Kalimat dengan struktur yang baik akan lebih enak dibaca loh.

Saya jadi belajar satu hal baru. Orang yang biasa banyak bicara belum tentu bisa menyampaikan pesan dengan baik lewat tulisan. Bahasa lisan berbeda dengan bahasa tulisan. Pesan lisan terbantu ekspresi suara sedang pesan tulisan seakan datar tanpa emosi. Dari perbedaan itu penting untuk mengolah kalimat supaya mudah dimengerti pesannya sekaligus 'menampakkan' emosi yang menyertainya. Wadewww... Bisa kok.

Coba banyaklah membaca dongeng, cerpen, cerbung, atau novel. Di situ kita bisa belajar. Atau mau yang lebih religius, coba baca lagi Alkitab. Lihatlah pada bagian dialog tokoh-tokohnya. Pesannya mudah dimengerti, emosinya juga terungkapkan, contohnya perikop 'Angin ribut diredakan' di Markus 4:35-41.  Cerita di perikop itu menampakkan emosi takut, tegang, tenang, padahal hanya berupa tulisan. Atau ada pula contoh kalimat panjang di Efesus 2:4-7. Rasul Paulus sepertinya sering menuliskan kalimat yang cukup panjang.

Berhubung sedang enggan menguprek bahan training mengenai 'cara menulis untuk pemula', berikut ini saya sampaikan prinsip dasarnya. Seingat saya saja.

1. Buatlah rencana tulisan dengan tetap memperhatikan bagian pendahuluan, isi, dan penutup. Rencana tulisan ini bisa sampai detil atau senyamannya Anda saja. Tentunya juga mempertimbangkan siapa pembaca tulisan tersebut. Di bagian isi tentukan garis besar atau pokok bahasan dengan jelas.
2. Mulailah menulis sesuai rencana.
3. Buatlah kalimat-kalimat singkat yang efisien dan informatif daripada kalimat panjang yang seakan tiada akhir sehingga melelahkan pembaca.
4. Bacalah ulang tulisan utuh tersebut. Sambil diperiksa ejaannya dan kesesuaian dengan tujuan atau rencana awal.
5. Cobalah memposisikan diri sebagai pembaca. Apakah tulisan tersebut mudah dipahami oleh anak kecil sekalipun.
6. Mintalah orang lain di dekat Anda untuk menilai tulisan tersebut. Dengarkan kritikannya.
7. Perbaiki lagi sebelum disebarluaskan.

Seperti sekarang ini saya tuliskan dulu curahan hati ini di aplikasi 'google keep'. Setelah selesai memeriksa ulang baru saya pindahkan tulisan ke blog. Semua saya lakukan di ponsel. Berhubung sedang tidak ada yang bisa ditanya dan saya kebelet mengunggahnya maaf bila terselip kesalahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline