Lihat ke Halaman Asli

Yuni Cahaya

Milik pribadi

PPN untuk ''E-Commerce'', Adilkah?

Diperbarui: 15 Januari 2018   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Beberapa waktu lalu mulai terdengar akan ditetapkan pajak untuk e-commerce namun disebutkan bahwa akan ada perbedaan dengan PPN konvensional umumnya. Pajak yang dikenakan tidak akan sampai 10% namun belum ditentukan berapa angka yang akan ditetapkan. Wacana terakhir menyebutkan peraturan mengenai pajak e-commerce akan terbit pada akhir 2017 tapi hingga awal  Januari 2018 belum ada kelanjutannya.

Pihak penyedia jasa online tentunya mengharapkan bahwa pajak yang dikenakan terhadap mereka tidak sama dengan yang offline dengan alasan startup atau UMKM. Transaksi online hingga saat ini terbilang cukup besar yang buktinya dapat membuat toko-toko offline gulung tikar. Pola konsumsi masyarakat Indonesia juga mulai beralih menjadi online yang diprediksi akan semakin meningkat setiap tahunnya.

Mencermati dari awal wacana penetepan pajak e-commerce mengenai perhitungan PPN, tarif pengenaan, dan cara pemungutannya terdapat perdebatan-perdebatan antara pengamat, pemerintah, dan pelaku bisnis online maupun offline. Masing-masing memliki cara pandang atau pendapat mengenai pajak e-commerce yang akan diterapkan. Jika pajak yang ditetapkan tidak setara maka dapat dipastikan bisnis-bisnis konvensional tidak dapat bertahan karena harga yang tidak dapat bersaing dengan online.

Melihat dari sisi perusahaan-perusahaan yang berinvestasi dalam negeri tentunya mereka menjadi pihak yang dirugikan. Bagaimana tidak, setelah banyak uang yang digelontorkan dan pajak yang dikenakan 10% tidak sebanding dengan pesaing dari industri online (marketplace). Perlindungan terhadap investasi dalam negeri seolah diabaikan oleh pemerintah padahal akibat dari peraturan yang berat sebelah tersebut berdampak pada peningkatan pengangguran secara tidak langsung jika gerai-gerai offline bangkrut. 

Tentunya dalam hal ini pemerintah khususnya kementerian keuangan mengalami dilema, satu sisi adanya usaha pemerintah mendorong pengembangan ekonomi digital melalui industri atau perdagangan online namun harus ingat bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi industri yang mengantongi izin resmi untuk melakukan pemasaran dan mereka yang sebenarnya telah membantu negara dalam mengurangi tingkat pengangguran dengan banyak menyerap tenaga kerja.

Semoga pemerintah dapat bijak sebelum mengeluarkan peraturan mengenai pajak untuk e-commerce.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline