Lihat ke Halaman Asli

Jejak Awalku di Bandung

Diperbarui: 14 Oktober 2018   01:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sudah petang, dan aku tiba di Bandung. Keramaian dan kebut kendaraan memenuhi jalanan. Berusaha melampaui lampu merah yang akan segera menyala di persimpangan. Menjadi target para pengendara. Sebuah sambutan hangat setibaku disini. 

Malamnya aku ke Gedung Sate. Sesampaiku disana keramaian memenuhi halaman gedung itu. Ternyata ada acara ngopi diselenggarakan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Setiba disana ternyata acaranya sudah selesai. Lantas, aku hanya menyaksikan keramaian anak muda Bandung yang ramah dan fashionable. Sepertinya aku betah dan menyukai kota ini. 

Aku menumpangi mobil, driver online yang ramah. Aku mengajaknya bercakap-cakap tentang Kota ini. Betapa bangganya dia mengurai cerita. Juga tentang kehidupannya sebagai seorang driver. Dengan pendapatan yang  cukup untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak, lantas Aku berpikir, sebenarnya ekonomi apa sih yang sedang diperdebatkan para elit politik itu di televisi?

 Sangat jelas kunci nadanya. Memang kita harus kerja, kerja dan kerja. Harus kreatif dan inofatif. Kalau tidak demikian, maka siapapun Presidennya, kita akan tetap saja miskin. Ketika driver ini menceritakan kisah hidupnya, mulai dari nol sampai seperti sekarang, aku menyimpulkan bahwa dalam mencapai sesuatu, atau aku istilahkan dengan "kecukupan", kita harus melewati prosesnya. 

Jangan membiasakan diri dengan sesuatu yang instan. Bangsa ini sangat kuat. Bangsa yang sangat hebat. Harusnya kita menyadari ini, dan menjadi api semangat yang selalu terpatri dalam berkehidupan. 

Aku berjalan sendiri mengisi malam. Tak begitu dingin. Lalu duduk di sebuah kursi yang terletak di samping sebuah warung kecil, dekat trotoar menghadap jalan raya. Aku ingin merindu. Merindukan seseorang yang sedang kesal padaku. Tapi ia tetaplah isi hatiku. Ia tetaplah rinduku.

 Duitku tinggal sedikit. Bantuan finansial belum tiba. Masih terhalang regulasi, kata mereka. Entahlah, aku hanya ingin menikmati waktu yang ada. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline