Berbicara seorang santri, adalah sebutan bagi seorang pembelajar dalam lingkungan atau sebuah lembaga pendidikan non formal yang berbasis keislaman. Kaum santri identik dengan keteduhan dan kesejukannya ketika dipandang, karena tergambar dari aura kedekatannya dengan penciptanya. Memang tidak selalu seorang santri seperti itu, namun dogma yang tercipta dalam pikiran kita kaum santri secara umum sudah terdeskripsikan dengan hal yang demikian. Dan aku sendiri merasakannya.
Sebagaimana pada umumnya, menjadi santri tidaklah lepas dari sebuah partisipasi seorang pribadi yang menjadi sosok panutan dalam mengiringi laju kehidupan. Seperti kita tau bahwa kehidupan tidak selalu mulus, indah dan sesuai dengan rencana. Kadang kala ada saat-saat membahagiakan, adakalanya kita dipertemukan dengan nuansa yang sedikit memilukan. Itu sudah lumrah, dan tidak perlu dipermasalahkan. Hadapi saja dan biarkan masa-masa yang kita rasa suram itu berlalu. Aku sering menanggapi kondisi tersebut dengan satu sikap yang kini menjadi kunci dan prinsip hidupku yaitu husnuzhon. Sikap yang selalu diajarkan oleh guruku di pondok. Karena dengan husnuzhon membuat hati dan jiwa kita lebih tenang dalam menghadapi laju kehidupan.
Dua tahun yang lalu, aku pernah diputuskan menjadi santri oleh taqdir atas kehendak yang memegang laju peredaran-Nya. Taqdir beredar menghampiriku dan menyatakan keputusan tersakral, hingga kini aku berhasil melalui semua nuansa kehidupan seorang santri. Menikmati setiap proses kehidupan sebagai seorang santri di Pondok Pesantren Mahasiswa.
Mengingat kilas balik dari penggalan hidupku, sebagai santri. Ada nasehat yang selalu saya ingat dari guruku di pondok. Entah bagaimana aku mampu menerima nasehat itu, yang jelas aku mengakui akan kebenaran dari nasehat itu. Guruku berkata:
Pintar itu nomor dua. Tapi sikap dan pengabdian itu yang pertama dan harus paling diutamakan.Jangan sampai berprasangka yang negatif kepada orang lain. Yakinkan itu adalah ujian bagi kita sebagai pembelajar. Pertahankan cinta dan pengabdian yang selalu prima dan prioritas terhadap orang lain terlebih kepada semua yang menjadi guru kita, sebab ilmu yang didapatkan itu tidak akan pernah berguna tanpa adanya ‘himmah’ (pengabdian). Dan dengan jalan pengabdianlah barokah itu akan didapatkan.
Aku mencoba menyampaikan nasehat ini untuk seorang yang sedang menjalani episode kehidupannya sebagai santri ataupun pembelajar.
Mengiringi nasehat tersebut, aku juga sampaikan beberapa nasihat lain yang juga aku dapatkan dari guru-guruku di pondok yang semakin membuatku meneguhkan hati:
Percayalah bahwa kepatuhan dan pengabdian itu mampu menghasilkan keajaiban. Nah, oleh sebab itu kita tidak perlu menghadapi situasi itu dengan bijak. Berpikirlah positif dengan segala yang sudah dialami dan percayalah engkau akan mampu menghadapi segalanya dengan penuh keajaiban.
Selain itu ada sebuah sebuah janji yang benar-benar nyata kebenarannya, janji yang pasti terjadi dan tidak akan pernah teringkari dari Sang Maha Pemegang janji. Janji ini yang terus membuatku bersyukur menjalani hari-hari sebagai seorang santri:
Allah berjanji dalam firman-Nya bahwa orang yang beriman dan berilmu akan diangkat derajatnya. Nah, justru karena orang yang beriman dan berilmu itu disediakan derajat yang tinggi maka disediakan jualah ujian yang sepadan untuk meraih derajat yang tinggi tersebut. Percayalah, engkau adalah yang terpilih menjalani ujian itu, maka engkaulah yang dikehendaki meraih kesuksesan itu. Sukses selalu untukmu yang sedang bergulat di medan laga perjuangan.
Bagiku hubungan antara santri, guru dan pesantren adalag satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Guru adalah orang yang mendampingi santri, keberadaannya terjadi secara otomatis ketika ada seorang santri. Dikatakan guru karena beliau adalah orang yang (dianggap) pantas untuk digugu dan ditiru dalam aspek keilmuan dan kehidupannya. Seorang santri tidaklah benar mengapresiasi seorang guru atas keilmuannya saja, sebab ilmu tanpa pengamalan akan menjadi petaka baginya. Oleh sebab itu sisi kehidupan dari seorang guru juga penting menjadi fokus perhatian seorang santri dalam prosesi pencarian jati diri dan keberkahan akan keilmuannya.