Lihat ke Halaman Asli

Yunianur03

Mahasiswa aktif uin sunan kalijaga

Filosofi Rumah Jawa

Diperbarui: 1 Juni 2022   11:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Salam kompasianars

 Pada penasaran gk sih sama filosofi rumah orang jawa.

Banyak penggambaran sosok orang Jawa adalah orang yang sederhana, tidak memikirkan kenyamanan dalah kehidupannya. Urip mung mampir ngombe ( hidup hanya untuk mampir minum) dalam arti hidup hanya untuk sesaat dunia, sehingga seolah-olah orang jawa tidak peduli dengan kebendaan dan segala yang menjadi kesukaan duniawi. Anggapan itu ternyata keliru, seorang lelaki Jawa di anggap sempurna hidupnya jika sudah memiliki 5 syarat yaitu isma (rumah), turangga (kuda), kukila (burung), wanodya (wanita) dan curiga (keris). 

Pandangan hidup orang Jawa juga mempengaruhi gaya hidup atau kesempurnaan hidup menurut orang Jawa. Segala laku atau tindakan orang Jawa dalam kehidupannya selalu bersandar pada nilai-nilai filosofi. Contoh, saat membuat rumah dari memilih tanah hingga menanam pohon di pekarangannya. Semua bermakna filosofi. Misalnya, orang jawa memilih tanah yang posisinya miring ke timur karena kan memberikan banyak rezeki bagi penghuninya, menyehatkan jasmani dan rohani. Tanah semacam ini disebut manikmaya atau baya sangar.

GAYA ARSITEKTUR JAWA PADA BANGUNAN KERATON

 Bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta lebih dominan menggunakan gaya arsitektur Jawa. Bangunan di tiap kompleks biasanya berbentuk joglo atau turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa didinding di sebut dengan bangsal sedangkan joglo tertutup dinding di namakan Gedhong (gedung). 

Ompak, untuk batu alas tiang, ompak berwarna hitam di padu dengan ornamen berwarna emas. Warna putih mendominasi dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks. 

FILOSOFI RUMAH JAWA 

 Dalam masyarakat Jawa setiap bagina dari rumah memiliki filosofi masing masing. Misalnya saja bentuk atap pada rumah Tradisional Jawa yan g mengambil filosofi bentuk gunung. Gunung di gambarkan sebagai sesuatu yang suci, tempat dewa tinggal dan lain sebagainya. Perwujudkan gunung dalam atap rumah tradisional masyarakat Jawa dapat dilihat dari bentuk tajug, joglo, limasun dan kampung. 

 Struktur bangunan atau di topang dengan saka (tiang). bangunan utama penyangga atap disebut sakaguru yang berjumlah empat buah. Jumlah saka guru ini melambangkan arah mata angin yang berjumlah empat. Manusia di anggap berada di antara empat penjuru tersebut. Bangunan yang di pait oleh saka guru ini kemudian disebut dengan pancer. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline