Lihat ke Halaman Asli

Yuniandono Achmad

Dreams dan Dare (to) Die

Haornas: ke Timur, ke Atletik

Diperbarui: 15 September 2022   09:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen kemenpora

Seminggu yang lalu -tepatnya hari Jumat Pon 12 Syafar 1444- adalah hari olahraga nasional atau Haornas. Maaf kalau late post ini atikel. Tapi ada satu yang terngiang di mata/ telinga saya. Yaitu terkait pernyataan Menteri Olahraga.

Dari beberapa bacaan online yang saya simak. pada peringatan Haornas tersebut, Menpora Zainudin Amali dalam sambutannya di menggarisbawahi perihal yang pernah disampaikan Presiden Jokowi pada tahun 2020. Bahahwa Presiden telah memerintahkan kepadanya dan seluruh stakeholder olahraga nasional untuk melakukan review total terhadap ekosistem pembinaan prestasi olahraga nasional.

Dari pernyataan Menpora tersebut, artinya dibuka lebar pintu untuk perbaikan pembinaan olahraga di republik ini. Mungkin sudah banyak saran perbaikan dilontarkan oleh insan olahraga tanah air. Biasanya menyangkut penciptaan kompetisi, pembibitan atlet muda, dan keberlangsungan pasca atlet.

Saya memiliki beberapa saran untuk pembinaan olahraga Indonesia ke depan.

Sedangkan Wapres pada acara Haornas kemarin menyatakan bahwa olahraga adalah hal penting dalam pembangunan Sumber Daya Manusia. Saya sering mendengar analogi ini. Bahwasanya hanya ada 2 (dua) momentum ketika lagu kebangsaan sebuah negara dikumandangkan di luar negeri. Pertama saat Presiden melakukan kunjungan kenegaraan, lalu kedua kala seorang atlet mendapatkan emas sebuah ajang OR lintas cabang (multi event).

Pada sisi individu, olahraga juga bisa menjadi salahsatu kanal penanggulangan kemiskinan. Kita sering mendengar cerita tentang atlet kaya raya yang masa kecilnya menderita dalam kemiskinan. Maka di wilayah timur, sektor olahraga ini juga bisa menjadi tools untuk mengurangi kemiskinan kronis.

Contoh yang terkini misalnya Greysia Polii dan Apriyani Rahayu, keduanya peraih emas bulutangkis Olimpiade Tokyo 2020. Apriyani masa kecilnya sering membantu orang tuanya jualan sayur di Konawe, Sulawesi Tenggara. Kalau Greysia pernah pindah ke Manado karena ibunya yang single mom (ayah meninggal saat Grey usia dua tahun) tidak kuat hidup di Jakarta.

Banyak contoh untuk perlu disebut, misal kita dulu pernah mendengar kesuksesan sprinter kita era 80-an Purnomo Muhammad Yudhi (almarhum). Purnomo saat SMP harus menitipkan sepatu ke temannya di Ajibarang, Banyumas. Karena rumah jauh dari sekolah dan hanya memiliki 1 (satu) buah sepatu.

Berlari tiap hari dari rumah ke sekolah membuat Purnomo menjadi sprinter yang sukses menembus semifinal Olimpiade Los Angeles 1984 dan beberapa emas SG sesudah itu. Kesuksesan Purnomo berlanjut di dunia kerja sampai menduduki level direktur di sebuah perusahaan bisnis olahraga.

Sedangkan dari dunia internasional, mungkin sejarah petinju Mike Tyson dari kawasan kumuh Brooklyn, USA, yang membawanya menjadi juara dunia dan kaya raya sekarang. Demikian pula dengan petenis yang baru saja pensiun, Serena Williams.

BEBERAPA SARAN

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline