TANPA dinyana babar blas, Fitriani (20 tahun) menjadi juara bulutangkis sektor tunggal putri di ajang Princess SIRIVANNAVARI Thailand Masters 2019 di Bangkok, Muangthai. Dapat dikatakan "tanpa dinyana", karena seorang Fitriani adalah pemain yang paling sering di-bully netizen tahun 2018 kemarin. Pamornya jelas kalah, alias tertinggal, dari yuniornya asal Wonogiri, Gregoria Mariska Tunjung. Kemudian cap dari netizen bahwa Fitriani adalah anak emas Susy Susanti (Kabid Pembinaan PBSI), sehingga Fitri masih dipertahankan di pelatnas.
Satu-satunya prestasi Fitriani di tahun 2018 kemarin barangkali adalah keberhasilannya membawa tim Uber ke putaran final, dengan mengalahkan Tiongkok di penyisihan (bertempat di KL). Kemenangan atas Tiongkok itu setelah PBSI menunggu 22 tahun lamanya semenjak tahun 1996 -partai final Uber Cup di Hong Kong. Saat putaran penyisihan 2018 itu Fitriani menjadi tunggal pertama, dan bahkan membawa tim uber ke semifinal (di Bangkok) sebelum kalah dengan tuan rumah Thailand. Sayangnya di partai semifinal Fitriani kalah mudah -skor dibawah 10 (sepuluh)- ketika melawan Ratchanok Inthanon.
Dari berbagai laman yang saya baca, Fitriani di tahun 2018 mendapat "perawatan" psikolog di pelatnas, karena prestasi tak kunjung menjura. Situasi yang sama dengan yang dulu pernah dialami oleh Alan Budi Kusuma (pasca kekalahan piala Thomas 1992) kemudian Hendrawan (saat prestasinya mandeg di tahun 1997).
Ya mungkin Fitri memetik hasilnya saat ini, menjadi juara Thailand Master 2019. Pemain kelahiran Garut ini mengalahkan Busanan Ombangruphan melalui partai straight set. Bayangkan sejak babak pertama Fitri mengalahkan semua lawannya dengan rubber game, malah di final menang mudah atas pemain tuan rumah itu. Melawan Lee Ying Ying (MAS), Nitchaon Jindhapol (THA), Yeo Jia Min (SIN), Deng Joy Xuan (HKG), semua dilakoninya dengan rubber game.
Baru pada partai final Fitriani menang mudah sesudah mengalahkan wakil tuan rumah yang menjadi unggulan kedelapan, Busanan Ongbamrungphan. Fitriani mengatasi perlawanan Busanan dalam straight game dengan skor 21-12 dan 21-14 selama 41 menit. Ini adalah kali pertama Fitriani meraih kemenangan sepanjang sejarah Thailand Masters digelar. Kemenangan ini memperlebar keunggulan rekor pertemuan Fitriani atas Ongbamrungphan menjadi 3-1.
Kita berharap, seperti layaknya Alan BK dan Hendrawan yang sukses setelah ditangani psikolog, semoga Fitri menjadikan tahun 2019 ini sebagai tahunnya. Mungkin seperti single kita dulu, Sony Dwi Kuncoro di tahun 2008, yang mampu merebut 3 (tiga) gelar super series dalam 3 (tiga) turnamen yang diikutinya berturut-turut.
Kemenangan Fitriani di awal 2019 juga menandai konstelasi bulutangkis yang berubah. Malaysia mendapat 2 (dua) gelar dari dua pasangan gandanya yang "didepak" BAM dari pelatnas Malaysia. Keduanya adalah Can Peng Soon/ GLY di sektor ganda campuran, dan Tan Wee Kiong/ Goh Vi Shem di men doubles. Kemudian di tunggal putra sang legenda Tiongkok, Lin Dan (35 tahun), kalah dari pemain Singapura di partai puncak.
Pemain singapura itu merupakan anak asuhnya Mulyo Handoyo -coachnya Taufik Hidayat dulu. Kemudian bulutangkis Denmark sendiri juga mengalami perubahan setelah mundurnya para pemain terasnya dari pelatnas mereka. Bahkan hampir semua pemain, hanya tinggal menyisakan 1 (satu) pemain tunggal putrinya, Mia Bietchfield.
Mungkin terlalu dini kalau kemenangan Fitriani di ajang Thailand Master ini diklaim sebagai tahunnya Fitri. Namun sebagai langkah awal, kampiunnya Fitri akan sangat berharga di tengah keterpurukan sektor tunggal putri kita. Fitri membuktikan bahwa putri Indonesia masih bisa menembus jajaran top dunia. Jayalah bulutangkis Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H