Lihat ke Halaman Asli

Boneka Solo Antara Sipit Radikal Dan Kaum Mayoritas

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak dapat dibantah bahwa sepak terjang Boneka Solo sejak ‘Esemka Affair’ di kota berpenduduk 500 ribu orang itu sampai dengan ‘Blusukan Busuk’ di Ibukota sumpek-empek di ‘be-king-i oleh sekelompok orang yang sangat berambisius besar, yang pasti bukan untuk kepentingan kaum mayoritas.

Mereka dikenal dengan julukan ‘Sipit Radikal’ atau Black Konglo’.

Seperti kelompok radikal lain, mereka sangat menginginkan perubahan yang radikal tanpa mempertimbangkan otak sehat kelompok lain yang dipaksa ‘menikmati’ sinetron ratusan babak berjudul ‘Parade Boneka Solo Di-ekor-i Puluhan Jurnalis Nasi Bungkus’.

Selain jurnalis nasi bungkus, sinetron gemah ripah loh jehnabe berlanjut-lanjut di kelilingi ribuan ‘cheers leader’ berkelamin ganda yang menggunakan otak reptilnya sebagai pemandu sorak Boneka Solo dalam sinetron picisan ber-rok mini jingkrak-jingkrak di sosmed menampakkan panta..nya yang hitam legam.

Boneka Solo kadung dimanjai oleh publikasi instan dan popularitas sintetis.

Jangankan mau menyampaikan visi misinya di depan publik.

Hanya untuk memastikan siapa dirinya, akan kemana membawa diri dan pemilihnya nanti bila terpilih saja dia udah belepotan.

Ibarat burung Boneka Solo cuma pintar menjawab publik dengan satu atau dua kata : rapopo, ora iso popo dan terakhir wani piro..

Hebatnya Boneka Solo berhasil menyampaikan visi misi saja secara langsung di depan publik dengan bantuan sekretaris gaib dituangkan dalam bentuk opini di koran nasi bungkus yang mendukungnya.

Hebat bukan?..

Tidak dapat dibayangkan akan kemana republik ini dipimpin oleh orang yang gagu mendeskripsikan pikirannya secara oral apalagi tertulis.

Maka boneka akan benar-benar dimainkan oleh para pemiliknya, sebelum akhirnya digudangkan atau masuk dalam tong sampah.

Semoga kaum mayoritas yang miskin tidak meratapi kutukan pemilu lagi, yang selalu salah menentukan dalam 5 menit tapi semakin merana selama 5 tahun.

2 x 5 tahun boneka pacitan membuktikannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline