Lihat ke Halaman Asli

"People Power"

Diperbarui: 20 April 2019   12:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sebelum hari-H pencoblosan pemilu tanggal 17 April 2019 istilah People Power kembali dikumandangkan oleh Pak Amien Rais. Beliau mengatakan bahwa jika pasangan Capres Jokowi- Mahruf  memenangkan pilpres terbukti dengan kecurangan maka jalan yang ditempuh adalah People Power.         

Memang masih sangat sumir makna dari kata people powor ini, apakah rakyat dikoordinasi ramai-ramai turun ke jalan sambil melakukan demo yang heboh atau memohon kepada rakyat yang tidak memilih pasangan Jokowi-Mahruf  untuk tidak mengakui sebagai penguasa baru  hasil pilpres? 

Apa yang telah disampaikan oleh Pak Amin Rais tampaknya ditegaskan kembali oleh Prabowo saat mendeklarasikan diri menjadi "Presiden" hasil pilpres menurut versinya sendiri. Beliau sempat mengatakan : "Berkumpul dijamin oleh konstitusi kita. Menyatakan pendapat dijamin oleh konstitusi kita, berjalan di jalan raya bersama-sama dijamin oleh konstitusi. 

Kita selalu, kalau saya yang memimpin saya minta saudara ikut, yang kita lakukan selalu adalah tindakan yang tidak menggunakan kekerasan apapun. Kalaupun nanti jutaan atau belasan juta turun, kita buktikan tertib damai aman. Kita tidak tinggalkan satu plastik sampah pun." 

Menurut hemat saya jika rakyat yang turun ke jalan adalah yang berpihak pasangan Probowo-Sandi , apakah rakyat yang berpihak pasangan Jokowi-Mahruf akan tinggal diam? Bukankah pasangan Jokowi-Mahruf juga dipilih oleh sebagian rakyat Indonesia sebagai Penguasa RI untuk 5 tahun lagi walaupun masih harus menuggu hasil Real Count KPU tanggal 22 Mei 2019 mendatang. 

Kecintaan rakyat terhadap pasangan Jokowi-Mahruf dengan Prabowo-Sandi boleh dibilang hampir berimbang. Apakah rakyat akan dipecah menjadi 2 negara? Bukankah potensi terjadinya perang saudara sesama anak bangsa sangat terbuka. Tentu hal ini tidak boleh terjadi di Republik yang kita cintai ini. Gerakan people power dalam konteks ini adalah sangat tidak tepat dan tidak bijak.  

People Power lebih afdol digunakan dalam hal melawan pemerintah korup, diktator , inkonstitusional dan tiran. Artinya hampir semua rakyat merasakan hidup yang sangat   tertekan, gerah dengan sang penguasa yang tidak lagi mementingkan urusan rakyat tetapi lebih sibuk dengan masalah pribadi dan keluarga. 

 People Power lebih pas jika diartikan  sebagai suara rakyat yang telah menentukan pilihannya kepada pemimpin yang dinilai dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka, setidaknya dalam kurun waktu 5 tahun. Dalam hal ini People Power diterjemahkan sebagai rakyat yang telah menggunakan hak pilihnya berdasar prinsip pemilu LUBER. 

Semoga kedua pasangan capres-cawapres beserta pendukung mereka lebih bijak dalam bersikap. Apa pun hasil dari KPU pada tanggal 22 Mei 2019 sebaiknya diterima oleh kedua belah pihak dengan lapanga dada dan bahagia. Jika masih ada ganjalan yang tidak memuaskan kedua belah pihak sebaiknya menempuh cara yang tepat dengan instrumen hukum yang konstitusional. 

Sebagai penutup saya ingin mengingatkan kembali bahwa sejatinya : PEOPE POWER  ADALAH  SUARA RAKYAT  YANG DIBERIKAN SAAT PEMILU UNTUK MENENTUKAN MASA DEPAN NEGARA , BUKAN PEOPLE POWER YANG MENGANDALKAN LIDAH DAN OTOT YANG BERSIFAT MENGHANCURKAN NEGARA. Terima Kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline